Sebastian menilai Prasetio sebenarnya memiliki otoritas untuk memanggil eksekutif bila ia menilai ada yang janggal terhadap rancangan APBD Perubahan (RAPBD-P) 2015.
Menurut Sebastian, cara tersebut lebih elegan ketimbang yang dilakukan Pras saat ini. Sebab, ia menilai langkah yang dilakukan Pras saat ini hanya menghambat pembangunan, dan tentu saja merugikan masyarakat.
Ia pun menyarankan agar Pras tidak mengulangi perbuatan serupa di kemudian hari. "Seorang pejabat publik yang tidak bisa memilah urusan pribadi dengan urusan terkait posisi jabatannya akan menyebabkan mandeknya urusan pemerintahan yang ada. Kalau itu terjadi, maka bahaya," ujar Sebastian.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku mendapat laporan dari Kementerian Dalam Negeri yang menyatakan bahwa RAPBD-P 2015 tidak bisa disahkan sebelum adanya dokumen laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) APBD 2014. (Baca: Ahok: Ketua DPRD Enggak Tanda Tangan LKPJ APBD 2014)
"Mendagri enggak bisa terima (pengesahan RAPBD-P 2015) kalau enggak ada tanda tangan Ketua DPRD. Ketuanya hilang, enggak tanda tangan dokumen (LPJ APBD 2014). Ya, kamu terjemahin sendiri aja maksudnya apa," kata dia, di Balai Kota, Jumat (9/10/2015).
Saat dikonfirmasi, Pras mengakui bahwa ia memang belum menandatangani LKPJ APBD 2014. Ia sengaja melakukannya agar Ahok menyadari bahwa dia membutuhkan DPRD. (Baca: Dituding Ahok Sebabkan Pengesahan APBD-P Terhambat, Ini Penjelasan Ketua DPRD)
Sejatinya, kata Prasetio, pemerintah daerah terdiri dari eksekutif dan legislatif. "Ternyata dia mencari Ketua DPRD buat tanda tangan kan. Dia butuh dengan DPRD. Pemda DKI itu ada eksekutif ada legislatif. Ayolah, kita jalin hubungan dengan pikiran yang baik dan terbuka serta saling menghargai. Itu yang penting," ujar Pras saat dihubungi, Sabtu (10/10/2015).