Keberadaan ojek berbasis aplikasi tersebut semakin populer. Setidaknya kini ada lima penyedia aplikasi layanan ojek daring dengan berbagai layanan dan tawaran menarik lainnya.
Penggunanya terus bertambah. Efek viral melalui media sosial menjadikan ojek daring angkutan di tengah buruknya pelayanan angkutan umum yang tak kunjung membaik.
Para pengojek daring semakin gampang terlihat lalu lalang di antara kemacetan Jakarta. Mereka terus berkembang biak. Saat ini tercatat ada Go-Jek, Grabbike, Blu-Jek, LadyJek, dan Uberjek.
Bukan tidak mungkin, akibat efek "me too" alias ikut-ikutan, para pemain baru layanan ojek akan terus bermunculan. Ribuan orang dipastikan sudah bergabung dengan mereka dan menjadi pengojek.
Di tengah semakin sulitnya lapangan pekerjaan, menjadi pengojek kini bukan lagi sekadar pekerjaan alternatif.
Kehadiran mereka sebagai alternatif moda transportasi ibarat buah simalakama bagi pemerintah.
Dibiarkan, mereka tidak memenuhi Ketentuan Kendaraan Bermotor Umum, seperti tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Ketentuan dalam undang-undang itu menyangkut berbagai hal. Misalnya, dalam UU itu disebutkan,"Menutup pintu selama kendaraan berjalan". Lha,emang ojek ada pintunya?
Di sisi lain, belum terpenuhinya pelayanan angkutan umum yang baik, taat jadwal, dan layak membuat warga terpaksa mencari sendiri alternatif transportasi untuk memenuhi kebutuhan mobilitas mereka.
Kehadiran ojek, baik yang konvensional maupun ojek daring, pun tidak bisa terbendung.
Seperti pernah disinggung di rubrik ini, ojek merupakan moda angkutan paratransit. Kendaraan informal ini sangat fleksibel. Dia bergerak kapan saja tak berjadwal, rutenya ke mana saja, bisa digunakan perorangan.
Ojek hadir memenuhi kebutuhan konsumen angkutan Jakarta yang butuh cepat, menembus kemacetan lalu lintas yang sudah tak masuk akal.
Jika kemudian pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai ojek daring dan "melegalkan" keberadaannya, bagaimana dengan ojek-ojek konvensional yang juga hadir di setiap sudut kota?
Tanpa pemenuhan angkutan umum yang memadai, kehadiran ojek-ojek akan terus meluber. Pada saatnya akan menjadi masalah kota juga.
Pekerjaan rumah pemerintah menyangkut transportasi adalah juga jasa taksi daring, seperti taksi Uber dan GrabTaxi. Sejauh ini, walau pelayanannya mirip dengan Go-Jek, taksi Uber masih diuber-uber.
Beberapa waktu lalu, sejumlah armada Uber digelandang ke kantor Kepolisian Daerah Metro Jaya. Belum terdengar GrabTaxi yang juga berbasis daring mendapat perlakuan serupa.
Perda menyangkut ojek daring dan taksi daring diharapkan bisa menghapus berbagai ambiguitas kebijakan pemerintah yang terkesan kebingungan.
Pemerintah tak punya jawaban jelas menghadapi gerak cepat warga yang butuh sarana transportasi publik memadai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.