Di dalam adendum itu, kata Basuki, DKI membayarkan tipping fee atau biaya pengangkutan sampah ke rekening berbeda kepada PT GTJ dan mitranya, PT Navigate Organic Energy Indonesia (NOEI).
"Yang jadi masalah karena (pembayaran ke) Godang Tua itu dipecah dua, makanya dia ngaku cuma terima Rp 200 miliar. Sebetulnya, hasil pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) kalau joint operation sama PT NOEI enggak boleh pecah anggaran dan DKI tidak boleh kirim ke dua rekening," kata Basuki, di Balai Kota, Kamis (29/10/2015).
"Makanya dia membuat perjanjian adendum dengan (mantan) kepala dinas (kebersihan)," kata Basuki lagi.
Sudah sebanyak empat kali terjadi adendum perjanjian kerja sama Pemprov DKI dengan PT GTJ. Adendum pertama dan kedua dilakukan oleh Eko.
Sementara adendum ketiga dan keempat dilakukan oleh Kepala Unit Pengelola Teknis TPST yang saat itu menjabat (pejabat terkait kini telah pensiun).
"Boleh enggak kalau perjanjian pertama ditandantangani Gubernur tapi diadendum sama kepala dinas? Mana enggak ada surat kuasa dari gubernur," kata Basuki.
Selain itu, lanjut dia, Pemprov DKI kini menganggarkan pembayaran tipping fee kepada PT GTJ sekitar Rp 340 miliar di dalam Kebijakan Umum Anggaran Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUAPPAS) 2016.
Atas audit BPK yang menyebut PT GTJ wanprestasi, Pemprov DKI mengirim surat peringatan (SP) 1.
Berdasarkan draft SP 1, joint operation PT GTJ dan PT NOEI belum sepenuhnya memenuhi persyaratan finansial untuk mendanai rencana investasi.
Kemudian, joint operation tersebut juga tidak menerima tipping fee melalui rekening bersama. Mereka memiliki rekening masing-masing untuk menerima hal itu.
Terakhir, mereka juga belum sepenuhnya berhasil membuat sarana serta prasarana seperti pembangunan sarana Galvad di TPST Bantargebang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.