"Angka Rp 3,1 juta belum pas, tetapi dipas-pasinlah," kata anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta dari unsur buruh, Muhammad Toha, saat dihubungi, Jumat (30/10/2015).
Toha mengatakan, pihaknya menerima hasil keputusan itu karena tidak mau nilai yang ditetapkan pemerintah jauh lebih rendah. Hal itu mengacu pada tahun-tahun sebelumnya.
"Kalau kami ngotot terus pada keinginan kami, kami khawatir akan diputuskan pemerintah dengan kondisi jauh lebih buruk. Pengalaman tahun 2014, diputuskan Rp 2,4 juta, padahal waktu harapan buruh bisa di kisaran kepala tiga (Rp 3 jutaan). Demikian juga tahun kemarin di Rp 2,7 juta, padahal kesepakatan Rp 2,95 juta karena waktu itu kami mau di Rp 3 juta," ujar dia.
Penentuan UMP DKI 2016 mengacu pada peraturan baru, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Dalam peraturan itu, penentuan UMP tidak lagi didasarkan pada kebutuhan hidup layak (KHL), tetapi pertumbuhan ekonomi nasional.
Toha mengaku mengerti dengan keputusan tersebut. Sebab, PP Nomor 78 Tahun 2015 diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo yang Toha sebut dekat dengan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama.
"Mungkin Gubernur juga berat, tetapi kan PP sekarang dibuat 'saudara' terdekatnya, yaitu Pak Jokowi. Mereka juga berat sebagai anak buahnya pemerintah," ujar Toha.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.