Menurut dia, dulunya lahan TPU Pondok Kelapa adalah hamparan empang. Pada 1977, kata dia, terbit Surat Keputusan (SK) Gubernur tentang inventarisasi pembebasan lahan untuk TPU Pondok Kelapa.
Setelah proses pembebasan lahan beres, dua tahun kemudian Pemprov DKI menguruk lahan tersebut.
"Setelah diserahkan, dilaksanakan pengurukan pada 1979," kata Suryo saat dihubungi, Kamis (12/11/2015).
Atas dasar itu, Suryo mengaku heran kenapa pada 2005, tiba-tiba ada tiga warga yang menuntut penyelesaian pembayaran ganti rugi untuk empat lahan di lokasi tersebut.
Suryo menilai tuntutan tersebut tidak berdasar. Sebab Pemprov DKI memiliki bukti kepemilikan lahan yang kuat, seperti Kartu Inventaris Barang (KIB), girik dan Surat Pelepasan Hak (SPH).
"Kita heran kenapa begitu selesai diuruk, pada 2005 tanah itu diakui warga dan minta dibebasin," ujar dia.
Empat lahan yang ada di TPU Pondok Kopi adalah lahan yang disebut Indonesia Corruption Watch (ICW) dimiliki oleh Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan DKI Jakarta, Efdinal.
Namun, Efdinal membantah tudingan itu. Ia menyatakan mulai terlibat dalam sengketa lahan pada 2005. Saat itu, ia masih sebagai staf di BPK RI.
Efdinal mengaku membantu tiga warga, yakni Mat Sohe, Bahrudin Encit, dan Asan Kajan, karena berpendapat mereka adalah pemilik yang sah.
Efdinal menduga aparat Pemprov DKI yang bertanggung jawab dalam masalah tersebut sengaja mengelabui ketiga warga itu.
Sebab, ketiganya diketahui buta huruf. Dalam kasus itu, Pemprov DKI mengklaim lahan milik ketiga orang itu merupakan lahan milik orang lain.
"Mereka buta huruf. Sudah tua-tua juga," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.