Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pura-pura Kakinya Buntung, Pengemis Ini Raup Rp 5 Juta Per Bulan

Kompas.com - 17/11/2015, 06:00 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Petugas Pelayanan, Pengawasan dan Pengendalian Sosial (P3S) Dinas Sosial kembali menemukan seorang pengemis bermodus pura-pura berkaki buntung.

Kabid Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial DKI Jakarta, Khaidir mengatakan, pengemis yang berupura-pura kakinya buntung itu bernama Aris Stianto (27), warga Jalan Galur, Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat.

Aris diamankan petugas saat mengemis di Jalan Gunung Sahari Raya, Sawah Besar, Jakarta Pusat pada Sabtu (15/11) petang.

Tampak sekilas, pria kelahiran Boyolali, 2 Mei 1988 itu terlihat lemah dengan cacat kaki serta berpakaian kotor dan lusuh.

Namun, sesaat hendak diamankan petugas, suami dari Ratih itu diungkapkannya, terlihat sehat dan bugar, kaki kiri yang terlihat buntung pun ternyata hanya modus Aris untuk mendapatkan simpati masyarakat.

"Yang bersangkutan mengaku sudah mengemis sejak tahun 2008, alasannya karena menganggur. Dia juga mengaku tidak malu, karena dianggapnya mengemis adalah profesi juga. Hal ini yang harus dirubah, karena itu dia akan menjalani rehabilitasi di PSBI (Panti Sosial Bina Insan-red)," jelasnya.

Upaya rehabilitasi dan pembinaan tersebut ditujukannya untuk merubah pola pikir dan kemandirian Arif.

Apalagi diketahui jika aktivitas mengemis sudah dilakukan sejak lama dengan penghasilan yang menggiurkan yakni berkisar Rp 150.000 hingga Rp 200.000 per hari atau mencapai Rp 4 juta hingga Rp 5 juta per bulan.

"Pola pikir ini yang harus kita rubah, karena dia mengaku dari mengemis pendapatnya cukup besar sampai dia bisa mengontrak rumah di sekitar Tanah Tinggi, Jakarta Pusat seharga Rp 350.000 sebulan," jelasnya.

Terkait penemuan kasus tersebut, dirinya pun mengimbau kepada masyarakat untuk tidak mudah tertipu dengan pengemis beragam modus, seperti berpura-pura buntung, membawa bayi ataupun balita ataupun modus lainnya.

Karena, lewat pemberian tersebut, masyarakat secara tidak langsung mendukung akan adanya praktek tersebut.

"Jika masyarakat ingin berbagi, bisa disalurkan kepada lembaga resmi dan terdaftar, sehingga niat baik tidak dimanfaatkan oleh oknum yang ingin mengambil keuntungan. Karena apabila masyarakat memberi di jalan, artinya masyarakat mendukung adanya eksploitasi anak dan mengajarkan mereka untuk malas," ujar Chaidir. (Dwi Rizki)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Dua Anggota TNI yang Tersambar Petir di Cilangkap Sedang Berteduh di Bawah Pohon

Dua Anggota TNI yang Tersambar Petir di Cilangkap Sedang Berteduh di Bawah Pohon

Megapolitan
Imam Budi Hartono dan Partai Golkar Jalin Komunikasi Intens untuk Pilkada Depok 2024

Imam Budi Hartono dan Partai Golkar Jalin Komunikasi Intens untuk Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Megapolitan
Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Megapolitan
Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Megapolitan
Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Megapolitan
Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Megapolitan
Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Megapolitan
Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Megapolitan
Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Megapolitan
Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Megapolitan
Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Megapolitan
Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal 'Fogging' buat Atasi DBD di Jakarta

Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal "Fogging" buat Atasi DBD di Jakarta

Megapolitan
April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com