Dua tantangan besar untuk mewujudkan impian ini adalah pengadaan lahan dan penanganan sampah yang tidak mengganggu warga, dari pengangkutan hingga pengolahannya.
Sejak 1989, Bantargebang, yang terletak di Kota Bekasi, menjadi tumpuan penanganan sampah warga DKI Jakarta.
Ribuan ton sampah dari Ibu Kota setiap hari dikirim dengan truk ke tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) ini untuk diolah di tanah milik Pemprov DKI seluas 110,3 hektar.
Truk-truk sampah itu bisa melewati Tol Bekasi Barat atau Cileungsi, Bogor.
Beberapa kali muncul konflik terkait sampah di Bantargebang. Pada 2008, ratusan warga Desa Taman Rahayu, Kecamatan Setu, Bekasi, memblokade jalan masuk TPST karena menuntut kompensasi. Maret 2011, Forum Warga Cileungsi, Bogor, mengancam akan mencegat truk sampah dari Jakarta.
Awal November lalu, ketegangan kembali terjadi. Selain sejumlah truk dirazia Dinas Perhubungan Kota Bekasi karena melanggar batas waktu pengangkutan (pukul 21.00-05.00), massa juga menghadang truk sampah di Cileungsi.
Pelarangan truk sampah yang melintas di Cileungsi merupakan protes dari warga Bogor karena pengangkutan sampah menimbulkan aroma tak sedap dan mengganggu lalu lintas.
Berdasarkan jajak pendapat melalui telepon pada 14-15 November lalu, warga DKI bereaksi negatif terhadap pelarangan truk sampah. Hampir 70 persen responden tak setuju atas pelarangan itu.
Setiap hari, setiap keluarga dan setiap usaha memproduksi sampah. Satu hari saja pengangkutan sampah terganggu, timbul penumpukan sampah dan dalam jangka waktu lama akan mengganggu kesehatan.
Separuh responden menyayangkan pelarangan karena kompensasi sudah dibayarkan kepada pemerintah daerah yang menjadi mitra pengolahan sampah.
"Kan, kami sudah bayar, kenapa dilarang? Kecuali pemprov nunggak, baru boleh dilarang," kata Ana (45), ibu rumah tangga di Jakarta Pusat.
Aparat keamanan bahkan turun tangan karena menyangkut Jakarta yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan pusat kegiatan ekonomi negeri ini.
Polda Metro Jaya melakukan pengamanan. Alasannya, persoalan sampah yang tak tertangani akan menyebabkan gangguan keamanan dan ketertiban di Ibu Kota. Diskusi dengan daerah mitra juga terus diusahakan.
Bantuan dari kepolisian untuk menjamin pengangkutan sampah ke Bantargebang dan pembicaraan lanjutan dengan daerah tetangga hanya jalan keluar sementara. Sembilan dari 10 responden berpendapat, DKI harus memiliki pengelolaan sampah di wilayah sendiri.