JAKARTA, KOMPAS.com — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengecam tindakan polisi yang memukul serta mengancam beberapa jurnalis, baik lokal maupun asing, saat meliput unjuk rasa Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Bundaran Hotel Indonesia, Selasa (1/12/2015).
Selain itu, AJI juga meminta polisi yang berbuat kekerasan diusut dan diberi sanksi tegas.
"Peristiwa kekerasan yang dialami jurnalis itu merupakan bukti polisi belum sepenuhnya menyadari tugas jurnalis. Apa yang diliput jurnalis itu adalah fakta yang akan diberitakan ke publik. Ini jelas sebuah pelanggaran," kata Ketua AJI Indonesia Suwarjono melalui keterangannya, Selasa sore.
Suwarjono juga meminta Kapolri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti untuk mengusut polisi yang melakukan hal tersebut, baik berbuat kekerasan maupun merampas alat kerja jurnalis. (Baca: AJI: Ada Dua Wartawan Asing yang Ikut Dipukul Polisi Saat Demo AMP)
Adapun tugas jurnalis dilindungi dalam Pasal 28 E dan Pasal 28 F Perubahan II UUD 1945. Aturan turunan tentang hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik.
Sebelumnya diberitakan, dua jurnalis dari media asing ikut jadi korban tindak kekerasan oleh polisi saat meliput unjuk rasa Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Bundaran Hotel Indonesia, Selasa siang. Mereka adalah Archicco Guilliano dari ABC dan Stephanie Vaessen dari Al Jazeera.
Selain itu, seorang pewarta foto dari The Jakarta Post, Nabil, juga dipukul oleh polisi dengan bambu di kakinya. (Baca: Wartawan Foto Dipukul Polisi Saat Unjuk Rasa Aliansi Mahasiswa Papua)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.