"Dari hasil audit Komite Medik ditemukan bahwa penyebab pemburukan tersebut bukan dikarenakan reaksi alergi (anafilaktik) dari obat antibiotik yang diberikan," kata juru bicara RS Awal Bros, Kuncoro Wibowo, dalam jumpa pers di sebuah hotel di Kota Bekasi, Jumar (4/12/2015).
Menurut Kuncoro, hal ini karena tidak ditemukan gejala-gejala klinis yang mendukung terjadinya shock anafilaktik. Pemberian antibiotik itu, lanjut dia, juga sudah sesuai dengan indikasi.
"Jadi berdasarkan pengamatan dokter terhadap pasien yang cenderung memburuk dan hasil laboratorium yang menunjukan adanya infeksi," ujar Kuncoro.
Kuncoro mengakui, kemungkinan timbul kesan dari keluarga Falya bahwa pemberian antibiotik merupakan tindakan salah prosedur dari dokter yang menangani Falya. Sebab, pemberian tidak melalui tes kesehatan kulit apakah Falya alergi atau tidak.
Menurut dia pengecekan kesehatan kulit (skin test) sudah tidak diwajibkan pada anak berdasarkan rekomendasi dari IDI nomor 005 Tahun 2013.
Kuncoro menyebut, telah terjadi perbedaan pandangan antara orangtua dengan dokter.
Menurut Kuncoro, orangtua Falya sebagai masyarakat nonmedis menganggap sebelum diberi antibiotik kondisi Falya sudah membaik.
Namun, ia justru menyatakan kondisi Falya dari sisi medis saat itu memburuk sehingga perlu diberikan antibiotik.
"Itu yang mendasari mengapa seorang dokter yang menangani pasien ini kemudian memberikan antibiotik," ujar Kuncoro.
Namun, saat siang hari itu kondisi Falya memburuk. Ia menjelaskan, kondisi itu terjadi dua jam setelah pemberian antibiotik kepada Falya.
"Sehingga timbul pemikiran bahwa antibiotik sebagai penyebab utama pemburukan. Tapi jika kita melihat detail dari laboratorium memang terjadi peningkatan sel darah putihnya yang luar biasa di awal masuk, kemudian hari berikutnya terjadi peningkatan juga," ujar Kuncoro.
Namun ia tak dapat menyimpulkan apa penyebab jelas kematian Falya. Keputusan untuk mengotopsi Falya untuk mengetahui sebab kematian tak dapat dilakukan.
"Kita harus paham dulu bahwa otopsi atau visum adalah ranah kepolisian. Tanpa ada permintaan kepolisian dan dari kepolisian itu pun mesti dengan (pejabat) berpangkat, baru boleh minta permintaan visum," ujarnya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.