Sebab, PMP tersebut harus dianggarkan demi kepentingan masyarakat Jakarta.
"Misalnya, seperti PMP untuk PT Transjakarta, itu kan buat layanan publik. Apa alasannya dilarang? Apa upaya Kemendagri dalam mendorong pemerintah daerah dalam menyediakan angkutan publik yang memadai?" tanya Taufik ketika dihubungi, Jumat (8/1/2016).
PT Transjakarta memang salah satu BUMD yang rutin mendapatkan PMP dari Pemprov DKI. PT Transjakarta menggunakan PMP tahun lalu untuk pengadaan bus.
Taufik meminta Kemendagri memperhatikan alasan-alasan tersebut untuk mempertimbangkan pemberian PMP.
Taufik menyarankan Direktur Jenderal Keuangan Daerah Reydonnyzar Moenek untuk mengikuti rapat banggar pada tahun berikutnya supaya bisa mendengar langsung pertimbangan pemberian PMP terhadap suatu BUMD.
Untuk PMP tahun ini, dia berharap Kemendagri bisa berdiskusi terlebih dahulu dengan Banggar DPRD dan tim anggaran pemerintah daerah (TAPD).
"Jadi, Kemendagri jangan nyoret tanpa lebih dahulu diskusi sama kita karena kita juga punya alasan hukum dan alasan kepentingan," ujar Taufik.
Taufik juga menanyakan dampak dari pencoretan PMP tersebut. Setelah dicoret, ada sekitar Rp 5 triliun anggaran yang tidak teralokasi dalam RAPBD 2016.
Taufik mempertanyakan akan dialokasikan ke mana anggaran sebesar itu jika tidak boleh digunakan untuk PMP.
"Kemendagri kasih saran dong, uangnya dimasukin ke mana?" ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.