Salah satunya adalah Fatimah. Menurut dia, dengan dikeluarkannya fatwa tersebut, para pengguna jilbab selain merek busana muslim tersebut menjadi gusar.
Sebab, menurut dia, itu sama saja mengatakan bahwa hijab yang ia kenakan selama ini haram.
"Aneh sih menurut saya. Kayaknya dalam Al Quran juga enggak ada deh yang mengatur masalah bahan kerudung yang kayak gimana yang halal dan haram," katanya kepada Kompas.com di Depok, Jawa Barat, Kamis (4/2/2016).
Lina, pengguna hijab sejak duduk di bangku SMA, berpendapat bahwa jilbab atau kerudung itu dilihat bukan dari bahan ataupun mereknya, melainkan dari perilaku penggunanya.
"Percuma kan kalau mereknya halal, tapi yang pakai sikapnya minus. Jadi, menurut aku, sertifikasi itu enggak penting untuk jilbab," ucapnya.
Menurut dia, jilbab yang baik itu adalah jilbab yang menutupi aurat, bukan masalah merek ataupun bahannya.
"Misalkan saya memakai jilbab Zoya, tapi bawahannya hotpants, berarti halal dong," ujarnya.
Yunita menambahkan, seharusnya MUI lebih mementingkan masalah akhlak umat yang, menurut dia, semakin ke sini semakin memperhatinkan, bukan malah mengurusi hal-hal seperti ini.
"Sepengetahuan saya ajaran dalam Islam itu mempermudah, bukan mempersulit kayak gini," ucapnya.
Sementara itu, Meilinda melihat iklan hijab halal itu hanya strategi pemasaran dari produsen busana muslim tersebut.
Menurut dia, dengan cara mengeluarkan produk jilbab halal ini, masyarakat pasti akan ramai membicarakan masalah ini. Dengan begitu, produknya makin dikenal luas oleh masyarakat.
"Ah, paling ini strategi marketing-nya saja. Dengan ngeluarin produk bersertifikasi halal, jadi banyak yang ngomongin, makin laris produknya," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.