Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Sudah Lama Tahu Praktik Aborsi Ilegal di Jalan Cisadane

Kompas.com - 26/02/2016, 12:07 WIB
Akhdi Martin Pratama

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.COM - Aparat kepolisian dari Polda Metro Jaya menggerebek dua klinik aborsi ilegal yang membuka praktik di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (19/2/2016). Dua klinik itu masing-masing yang berlokasi di Jalan Cimandiri dan Jalan Cisadane.

Warga yang berada di sekitar lokasi tersebut ternyata sudah mengetahui kegiatan ilegal yang berada di klinik tersebut. Nina (51 tahun), warga Jalan Cisadane, RT 004/002, Cikini, Menteng, Jakarta pusat termasuk orang yang sudah tahu tentang hal itu.

Menurut dia, banyak warga di daerah itu yang sudah mengetahui kegiatan ilegal di klinik tersebut tetapi mereka menutup mata.

"Tahu, tapi kita masa bodo, yang penting mereka enggak mengganggu kita," ujarnya di Jalan Cisadane, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (26/2/2016).

Nina menuturkan banyak orang yang ingin melakukan aborsi dan menanyakan lokasi klinik tersebut kepada dirinya. Namun ia enggan menunjukan lokasi klinik tersebut.

"Calon pasiennya banyak yang nanya ke saya. Cuma saya bilang enggak tahu. Saya masih takut dosa, saya kan juga punya anak perempuan," ucapnya.

Deden, petugas PPSU, Kelurahan Cikini yang setiap harinya bertugas di kawasan tersebut mengatakan, bukan rahasia lagi kalau kawasan tersebut sudah sangat terkenal dengan adanya klinik aborsi. Menurutnya sudah sejak lama klinik-klinik tersebut melakukan praktik ilegal itu.

"Wah daerah sini sih Mas sudah terkenal dengan klinik begituan. Sudah 10 tahunan lebih di sini banyak klinik kaya gitu. Sekarang baru dua aja yang ketahuan," ujarnya.

Deden menambahkan, sebelum kedua klinik tersebut digerebek, di kawasan itu banyak beredar calo.

"Biasanya calonya itu naik motor, kalau ada kendaraan yang jalannya pelan, langsung dipepet dan ditawari jasa aborsi. Tapi sekarang udah enggak kelihatan lagi (calo-calo itu)," tambahnya.

Hal senada diutarakan Buyung (28), warga Jalan Cisadane yang mengaku sudah sejak lahir tinggal di kawasan itu. Menurutnya para pasien yang sering masuk ke klinik tersebut masih berusia muda dan biasanya mereka datang ke klinik dengan menggunakan mobil.

"Masih pada muda-muda banget yang datang ke situ. Saya pernah lihat masih ada yang pake seragam sekolah. Biasanya mereka datang ditemenin pacar atau orang tuanya," katanya.

Tentang calo yang biasa mangkal di kawasan tersebut, Deden mengaku tidak tahu  darimana mereka berasal.

"Saya kurang tahu. Katanya sih ada juga warga sekitar sini yang jadi calonya. Tapi kebanyakan bukan dari warga sini, banyak yang saya tidak kenal wajahnya," tuturnya.

Dari penggerebekan dua klinik aborsi ilegal yang ada di Cikini itu, polisi menangakap sepuluh tersangka yang memiliki peran berbeda, masing-masing sebagai dokter, karyawan, dan calo. Para tersangka kasus praktek aborsi ilegal terancam akan diganjar hukuman 10 tahun penjara atas pelanggaran pasal berlapis.

Pasal yang dilanggar, masing-masing Pasal 75 Jo 194 UU RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan; Pasal 73, 77, dan 78 UU RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; Pasal 64 Jo Pasal 83 UU RI Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan; serta Pasal 55, 56, 299, 346, 348, dan 349 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

Megapolitan
Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Megapolitan
Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Megapolitan
Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Megapolitan
Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Megapolitan
Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Megapolitan
'Otak' Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

"Otak" Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com