Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pepih Nugraha
Wartawan dan Blogger

Wartawan biasa yang hidup di dua alam media; media lama dan media baru

FPI di Pusaran Pilkada DKI

Kompas.com - 09/03/2016, 16:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

KOMPAS.com — Ada yang luput dari perhatian media massa atas peristiwa yang terjadi pada hari Kamis, 25 Februari 2016, lalu di sebuah sudut kota Jakarta.

Hari itu, para ulama, habib, dan para tokoh yang tergabung dalam Majelis Tinggi Jakarta Bersyariah membuka sebuah acara bertajuk "Konvensi Calon Gubernur Muslim".

Apa tujuan dan semangat dari diadakannya konvensi yang dimulai pada 26 Februari hingga 10 Maret 2016 itu?

Tidak lain, konvensi diadakan guna menghadapi para calon gubernur beserta wakilnya yang akan berlaga dalam Pilkada DKI Jakarta 2017, khususnya untuk menghadang Basuki Tjahaja Purnama yang akrab disapa Ahok, yang akan maju kembali pada pilkada tersebut.

Senin, 7 Maret 2016, Ahok menyatakan diri sebagai bakal calon perseorangan bersama bakal wakilnya, Heru Budi Hartono. Heru tidak lain bawahannya sendiri, yang menjabat Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah DKI Jakarta.

Ahok menuruti kemauan relawannya, Teman Ahok, agar dirinya maju di jalur perseorangan. Kepada relawan, Ahok meminta segera mengumpulkan fotokopi KTP dukungan ulang karena lebih dari 700.000 fotokopi KTP dukungan yang sudah terkumpul bisa dianggap tidak sah akibat belum mencantumkan nama pasangannya.

Teman Ahok punya 150 hari ke depan untuk mengumpulkan data KTP dukungan baru, paling tidak sebanyak 1 juta data KTP dukungan. Sebuah upaya yang tidak mudah.

Tulisan ini tidak bermaksud menjelaskan "kenekatan" Ahok maju dari jalur perseorangan tanpa dukungan partai politik, juga tidak mengulas kemungkinan Ahok menang atau kalah atas "kenekatan"-nya itu. Ini bukan pula tentang reaksi PDI-P yang awalnya disebut-sebut berminat mendukung Ahok.

Bukan. Tulisan ini tentang konvensi untuk menjaring bakal calon gubernur DKI Jakarta yang diselenggarakan para tokoh berbasiskan agama itu.

Selama ini, konvensi itu dianggap "milik" partai politik, bukan milik organisasi kemasyarakatan atau organisasi profesi tertentu.

Sebelumnya, tak pernah kita mendengar, sebuah organisasi kemasyarakatan, ormas keagamaan, dan organisasi profesi menggelar konvensi untuk meloloskan bakal calon gubernur, bupati, dan wali kota untuk sebuah pertarungan politik pilkada.

Pada tahun 2004, Partai Golkar melangsungkan konvensi menjaring calon presiden untuk pilpres. Wiranto memenangi konvensi setelah mengalahkan Akbar Tandjung di putaran kedua konvensi.

Pada putaran pertama, selain Wiranto dan Akbar yang lolos, bertarung peserta konvensi lainnya, yaitu Aburizal Bakrie, Surya Paloh, dan Prabowo Subianto.

Yang menarik, sebelum "lima jagoan" Partai Golkar itu bertarung, konvensi juga menjaring calon di luar Partai Golkar yang bukan politisi. Ia bisa profesional, pemuka agama, budayawan, atau ilmuwan.

Tersebutlah Nurcholish Madjid yang sempat tergiur mengikuti konvensi, meski pada akhirnya Cak Nur mundur teratur. Ungkapan populer atas mundurnya Cak Nur adalah "punya visi dan misi tapi tak punya gizi". Gizi di sini tentu saja materi alias uang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rekonstruksi Kasus Penembakan Ditunda sampai Gathan Saleh Sehat

Rekonstruksi Kasus Penembakan Ditunda sampai Gathan Saleh Sehat

Megapolitan
Buntut Pungli Sekelompok Orang, Dinas Bina Marga DKI Tutup Celah Trotoar Dekat Gedung DPR

Buntut Pungli Sekelompok Orang, Dinas Bina Marga DKI Tutup Celah Trotoar Dekat Gedung DPR

Megapolitan
Warga Bogor Tertipu Penjual Mobil Bekas di Bekasi, padahal Sudah Bayar Lunas

Warga Bogor Tertipu Penjual Mobil Bekas di Bekasi, padahal Sudah Bayar Lunas

Megapolitan
Gandeng Swasta, Pemprov DKI Renovasi 10 Rumah Tak Layak Huni di Kamal Muara

Gandeng Swasta, Pemprov DKI Renovasi 10 Rumah Tak Layak Huni di Kamal Muara

Megapolitan
Singgung 'Legal Standing' MAKI, Polda Metro Jaya Sebut SKT sebagai LSM Sudah Tak Berlaku

Singgung "Legal Standing" MAKI, Polda Metro Jaya Sebut SKT sebagai LSM Sudah Tak Berlaku

Megapolitan
Penyidikan Aiman Witjaksono Dihentikan, Polisi: Gugur karena Tak Berkekuatan Hukum

Penyidikan Aiman Witjaksono Dihentikan, Polisi: Gugur karena Tak Berkekuatan Hukum

Megapolitan
Belum Tahan Firli Bahuri, Kapolda Metro Terapkan Prinsip Kehati-hatian

Belum Tahan Firli Bahuri, Kapolda Metro Terapkan Prinsip Kehati-hatian

Megapolitan
Dishub DKI Jaga Trotoar di Jakpus yang Dimanfaatkan Sekelompok Orang Tarik Bayaran Pengendara Motor

Dishub DKI Jaga Trotoar di Jakpus yang Dimanfaatkan Sekelompok Orang Tarik Bayaran Pengendara Motor

Megapolitan
Oknum Anggota TNI Pengeroyok Warga Sipil di Depan Polres Jakpus Bukan Personel Kodam Jaya

Oknum Anggota TNI Pengeroyok Warga Sipil di Depan Polres Jakpus Bukan Personel Kodam Jaya

Megapolitan
Polisi: Sopir Truk Ugal-ugalan di GT Halim Bicara Melantur

Polisi: Sopir Truk Ugal-ugalan di GT Halim Bicara Melantur

Megapolitan
Kronologi 4 Warga Sipil Dianiaya Oknum TNI di Depan Mapolres Jakpus, Bermula Pemalakan Ibu Tentara

Kronologi 4 Warga Sipil Dianiaya Oknum TNI di Depan Mapolres Jakpus, Bermula Pemalakan Ibu Tentara

Megapolitan
Polisi Amankan 4 Remaja yang Bawa Senjata Tajam Sambil Bonceng 4 di Bogor

Polisi Amankan 4 Remaja yang Bawa Senjata Tajam Sambil Bonceng 4 di Bogor

Megapolitan
Wacana Sekolah Gratis, Emak-emak di Pasar Minggu Khawatir KJP Dihapus

Wacana Sekolah Gratis, Emak-emak di Pasar Minggu Khawatir KJP Dihapus

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Libatkan BRIN dalam Pengembangan 'Food Estate' di Kepulauan Seribu

Pemprov DKI Bakal Libatkan BRIN dalam Pengembangan "Food Estate" di Kepulauan Seribu

Megapolitan
Mengenang 9 Tahun Kematian Akseyna, Mahasiswa UI Berkumpul dengan Pakaian Serba Hitam

Mengenang 9 Tahun Kematian Akseyna, Mahasiswa UI Berkumpul dengan Pakaian Serba Hitam

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com