Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Untung dan Rugi Keberadaan Layanan Transportasi Berbasis Aplikasi

Kompas.com - 15/03/2016, 08:48 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Layanan transportasi berbasis aplikasi atau online sudah menjadi bagian hidup masyarakat di Indonesia. Bagi warga di kota besar seperti Jakarta, tentu telah merasakan apa saja untung-ruginya dalam menggunakan jasa transportasi yang dipadukan dengan kemajuan teknologi tersebut.

Bicara soal keuntungan, hal pertama yang dirasakan oleh para konsumen adalah kemudahan memesan layanan tersebut. Kemudahan itu didapatkan dengan banyaknya warga yang sudah memiliki smartphone dan koneksi internet yang mumpuni, sehingga memungkinkan untuk mengakses aplikasi dan memesan hanya dengan sentuhan jari.

Bahkan hal ini diakui juga oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, saat ditemui di Senayan, Jakarta, Senin (14/3/2016).

"Kalau efisiensi ini dinikmati masyarakat, ya harus dicarikan jalan. Regulasinya kewenangan Pak Jonan (Menteri Perhubungan)," kata Rudiantara.

Keuntungan berikutnya adalah harga di bawah tarif sebagian besar angkutan umum berpelat kuning. Dalam beberapa kesempatan, masyarakat mengakui, tidak mempermasalahkan apakah angkutan yang dia naiki berpelat kuning atau tidak, melainkan, semurah apa harga yang ditawarkan.

Masing-masing perusahaan ojek dan taksi online di Indonesia menetapkan tarifnya berdasarkan hitungan harga tertentu per kilometer. Namun, perusahaan biasanya juga memberi harga promo untuk berapa kilometer pertama. Promo itu yang banyak dimanfaatkan warga, terutama untuk layanan ojek online.

"Kalau pakai Go-Jek atau Grab, kita enak ngitungnya, harganya sudah pasti. Kalau naik ojek biasa, harganya kan bisa diketok. Kalau yang enggak ngerti harga, sama saja kena tipu," tutur Rendi (25), salah satu pengguna jasa ojek online.

Semua layanan yang bermanfaat, tidak lepas dari hal-hal yang merugikan konsumen. Beberapa pengakuan pengguna jasa transportasi berbasis aplikasi menyebutkan, mereka mengalami tindakan yang tak menyenangkan dari si pengemudi. Ada yang digoda melalui telepon dan sms, ada juga yang mengantar tidak sesuai dengan jalur, dan sebagainya.

Pengemudi yang merugikan konsumen biasanya memanfaatkan informasi yang didapat dari aplikasi tersebut, seperti menyimpan nomor handphone penumpang.

Selain itu, pengemudi yang curang juga punya trik memalsukan order atau pesanan sehingga dia pura-pura melayani penumpang padahal sebenarnya tidak ada yang memesan. (Baca: Jonan Minta Aplikasi Uber dan Grab Car Diblokir, Bagaimana Nasib Ojek "Online"?)

Dari sisi pengusaha transportasi

Terlepas dari semua yang dialami konsumen, keberadaan taksi dan ojek online dilihat lebih banyak buruknya oleh pelaku usaha bidang transportasi yang lebih "senior". Pihak Organda DKI Jakarta mengeluhkan "pendatang baru" tersebut yang dianggap menerobos semua aturan dan bersaing secara tidak sehat.

"Uber sama Grab tidak bayar pajak, tidak punya izin usaha, mereka ilegal. Banyak penumpang sekarang beralih ke sana, dampaknya, terjadi banyak pengangguran sejak dua tahun lalu. Perusahaan taksi banyak yang kolaps," ujar Ketua Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan, beberapa waktu lalu.

Penyelesaian polemik ojek dan taksi online kini berada di tangan Kementerian Perhubungan. Sudah sejak lama sejumlah pihak meminta agar pemerintah membuat regulasi khusus yang mengatur layanan transportasi secara online.

Faktanya, setelah layanan itu menjamur, barulah Kementerian Perhubungan merespons dengan sempat mengeluarkan "fatwa" larangan beroperasi sampai surat rekomendasi menutup aplikasi Uber dan Grab, kemarin.

"Masyarakat tidak diperhatikan kebutuhannya oleh pemerintah. Public transport diadakan oleh masyarakat sendiri, harusnya itu tanggung jawab pemerintah," sebut Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Soegeng Poernomo, secara terpisah. (Baca: Hari Ini, Nasib Aplikasi Uber dan Grab Car Dibahas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Remaja yang Dianiaya Mantan Sang Pacar di Koja Alami Memar dan Luka-luka

Remaja yang Dianiaya Mantan Sang Pacar di Koja Alami Memar dan Luka-luka

Megapolitan
Toko 'Outdoor' di Pesanggrahan Dibobol Maling, Total Kerugian Rp 10 Juta

Toko "Outdoor" di Pesanggrahan Dibobol Maling, Total Kerugian Rp 10 Juta

Megapolitan
Dua Begal Motor di Bekasi Terancam Pidana 9 Tahun Penjara

Dua Begal Motor di Bekasi Terancam Pidana 9 Tahun Penjara

Megapolitan
Pakai Pelat Palsu TNI, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Terancam 6 Tahun Penjara

Pakai Pelat Palsu TNI, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Terancam 6 Tahun Penjara

Megapolitan
Cerita Warga 'Numpang' KTP DKI, Bandingkan Layanan Kesehatan di Jakarta dan Pinggiran Ibu Kota

Cerita Warga "Numpang" KTP DKI, Bandingkan Layanan Kesehatan di Jakarta dan Pinggiran Ibu Kota

Megapolitan
Gerindra Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Jadi Pendaftar Pertama

Gerindra Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Jadi Pendaftar Pertama

Megapolitan
Heru Budi: Normalisasi Ciliwung Masuk Tahap Pembayaran Pembebasan Lahan

Heru Budi: Normalisasi Ciliwung Masuk Tahap Pembayaran Pembebasan Lahan

Megapolitan
Pengemudi Fortuner Arogan Pakai Pelat Palsu TNI untuk Hindari Ganjil Genap di Tol

Pengemudi Fortuner Arogan Pakai Pelat Palsu TNI untuk Hindari Ganjil Genap di Tol

Megapolitan
Dua Kecamatan di Jaksel Nol Kasus DBD, Dinkes: Berkat PSN dan Pengasapan

Dua Kecamatan di Jaksel Nol Kasus DBD, Dinkes: Berkat PSN dan Pengasapan

Megapolitan
Gerindra Buka Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Tanpa Syarat Khusus

Gerindra Buka Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Tanpa Syarat Khusus

Megapolitan
Kronologi Remaja Dianiaya Mantan Sang Pacar hingga Luka-luka di Koja

Kronologi Remaja Dianiaya Mantan Sang Pacar hingga Luka-luka di Koja

Megapolitan
Jadi Tukang Ojek Sampan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Bakar Bisa Bikin Rumah dan Biayai Sekolah Anak hingga Sarjana

Jadi Tukang Ojek Sampan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Bakar Bisa Bikin Rumah dan Biayai Sekolah Anak hingga Sarjana

Megapolitan
Harga Bawang Merah di Pasar Perumnas Klender Naik, Pedagang: Mungkin Belum Masa Panen

Harga Bawang Merah di Pasar Perumnas Klender Naik, Pedagang: Mungkin Belum Masa Panen

Megapolitan
Polisi Tangkap Pembegal Motor Warga yang Sedang Cari Makan Sahur di Bekasi

Polisi Tangkap Pembegal Motor Warga yang Sedang Cari Makan Sahur di Bekasi

Megapolitan
Tertipu Program Beasiswa S3 di Filipina, Korban Temukan Berbagai Kejanggalan

Tertipu Program Beasiswa S3 di Filipina, Korban Temukan Berbagai Kejanggalan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com