"Saya sependapat dengan Ibu Mega tentang deparpolisasi membahayakan demokrasi," kata Yusril kepada Kompas.com di Jakarta, Rabu (16/3/2016).
Bakal calon gubernur DKI Jakarta itu melanjutkan, di negara mana pun, apalagi dalam masyarakat majemuk, aspirasi rakyat terorganisir dalam partai politik. Demokrasi sendiri merupakan ciri dari kemajemukan.
"Sulit membayangkan demokrasi tanpa partai," sambung Yusril.
Ia bercerita, Soekarno tahun 1956 sempat melempar ide untuk mengumpulkan ketua partai politik di Jakarta dan memproklamirkan akan "mengubur" partai. Ide Soekarno tersebut ditentang oleh Muhammad Natsir.
"Gak ada yang jawab kecuali Muhammad Natsir di koran Abadi. Kalau partai-partai itu sampai dikuburkan, jadi yang berdiri tegak di kuburan itu adalah sepasang batu nisan berita koran. Jadi Natsir menentang itu. Dia bilang tidak ada demokrasi tanpa partai," kata Yusril.
Sekretaris DPD PDI-P DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi, sebelumnya menilai bahwa ada upaya deparpolisasi yang dibangun di Indonesia. Indikatornya, kata dia, adalah adanya upaya untuk meniadakan peran partai politik dalam pemilihan kepala daerah.
Hal itu disampaikan Prasetio ketika menanggapi langkah relawan pendukung Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, yaitu komunitas Teman Ahok. Masalah deparpolisasi itu, kata Prasetio, telah dibahas dalam pertemuan yang berlangsung di rumah Megawati pada 8 Maret 2016. (Baca: Tanggapi Teman Ahok, PDI-P Akan Lawan Deparpolisasi.)