Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Makanan Berbahaya Makin Sulit Dikenali

Kompas.com - 24/03/2016, 20:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Makanan mengandung bahan kimia berbahaya yang masih beredar di pasaran saat ini kian sulit dikenali.

Kepala Suku Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan Kota Administrasi Jakarta Selatan Kristrisasi Helenandari mengatakan, tahu yang diawetkan dengan formalin, misalnya, sekarang ditemukan bertekstur mirip dengan tahu yang tak ditambah zat pengawet. Diduga kadar formalin dikurangi untuk menutupi perbedaan.

"Kalau dulu, tahu berformalin teksturnya lebih keras. Temuan kami sekarang, tahu bertekstur lembut pun ternyata ada yang berformalin," katanya seusai melakukan kegiatan pengawasan keamanan pangan terpadu di Pasar Mayestik, Jakarta Selatan, Rabu (23/3).

Pada kegiatan itu, sejumlah bahan makanan diuji langsung di lokasi, seperti tahu, kolang-kaling, daging ayam, dan daging sapi. Dari pengujian di Pasar Mayestik, tidak ditemukan bahan makanan berbahaya.

Pada kegiatan yang sama pekan lalu, dari 320 sampel yang diambil di lima pasar, ditemukan delapan sampel mengandung bahan kimia berbahaya. Dua sampel tahu berformalin ditemukan di Pasar Lenteng Agung, tiga sampel di Pasar Warung Buncit, dan di Pasar Santa satu sampel.

Di Pasar Minggu, ditemukan satu sampel ikan kembung berformalin dan satu sampel beras yang diputihkan dengan klorin. Beras mengandung klorin tidak berbeda warna dan harganya dari beras yang tidak diberi pemutih. Penambahan klorin diduga diberikan kepada beras kedaluwarsa dan berwarna kekuningan. Beras biasanya pecah-pecah karena beras sudah lama.

Kristrisasi mengatakan, sangat sulit membedakan bahan-bahan tersebut tanpa melakukan pengujian laboratorium. Pemerintah Administrasi Kota Jakarta Selatan memberikan stiker aman kepada pedagang yang terbukti tak menjual bahan-bahan makanan berbahaya. "Stiker ini jadi panduan masyarakat," katanya.

Kegiatan pengawasan ini akan dilakukan bergiliran di Jakarta Selatan. Bahan pangan yang mengandung bahan makanan berbahaya ditelusuri asalnya oleh penyidik pegawai negeri sipil suku dinas kelautan, pertanian, dan ketahanan pangan.

Namun, umumnya pedagang tak tahu-menahu dari mana asal zat berbahaya itu. Tahu yang mengandung formalin, misalnya, ditelusuri diproduksi di Jawa Barat. Pedagang ikan kembung berformalin mengaku membelinya di Muara Angke. "Padahal, di Muara Angke sudah bersih dari penambahan formalin," ujar Kristrisasi.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mengatakan, saat ini masih 20-30 persen dari makanan mentah di DKI Jakarta terkontaminasi bahan berbahaya. Jumlah ini diperkirakan akan makin tinggi di sekitar bulan puasa tiga bulan mendatang saat pemerintah pasar meningkat. Tulus mendesak agar pengawasan diperketat disertai sanksi tegas bagi pedagang dan produsen nakal. (IRE)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Maret 2016, di halaman 26 dengan judul "Makanan Berbahaya Makin Sulit Dikenali".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Megapolitan
Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Megapolitan
Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Megapolitan
Resmi, Imam Budi Hartono Bakal Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota Depok

Resmi, Imam Budi Hartono Bakal Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota Depok

Megapolitan
Menguatnya Sinyal Koalisi di Pilkada Bogor 2024..

Menguatnya Sinyal Koalisi di Pilkada Bogor 2024..

Megapolitan
Berkoalisi dengan Gerindra di Pilkada Bogor, PKB: Ini Cinta Lama Bersemi Kembali

Berkoalisi dengan Gerindra di Pilkada Bogor, PKB: Ini Cinta Lama Bersemi Kembali

Megapolitan
Pedagang Maju Mundur Jual Foto Prabowo-Gibran, Ada yang Curi 'Start' dan Ragu-ragu

Pedagang Maju Mundur Jual Foto Prabowo-Gibran, Ada yang Curi "Start" dan Ragu-ragu

Megapolitan
Pagi Ini, Lima RT di Jakarta Terendam Banjir akibat Hujan dan Luapan Kali

Pagi Ini, Lima RT di Jakarta Terendam Banjir akibat Hujan dan Luapan Kali

Megapolitan
Cek Psikologi Korban Pencabulan Ayah Tiri, Polisi Gandeng UPTP3A

Cek Psikologi Korban Pencabulan Ayah Tiri, Polisi Gandeng UPTP3A

Megapolitan
Hampir Lukai Warga dan Kakaknya, ODGJ di Cengkareng Dievakuasi Dinsos

Hampir Lukai Warga dan Kakaknya, ODGJ di Cengkareng Dievakuasi Dinsos

Megapolitan
Saat Pedagang Kecil Jaga Marwah Kebangsaan, Belum Jual Foto Prabowo-Gibran meski Sudah Jadi Pemenang

Saat Pedagang Kecil Jaga Marwah Kebangsaan, Belum Jual Foto Prabowo-Gibran meski Sudah Jadi Pemenang

Megapolitan
Kekecewaan Pedagang yang Terpaksa Buang Puluhan Ton Pepaya di Pasar Induk Kramatjati karena Tak Laku

Kekecewaan Pedagang yang Terpaksa Buang Puluhan Ton Pepaya di Pasar Induk Kramatjati karena Tak Laku

Megapolitan
Kehebohan Warga Rusun Muara Baru Saat Kedatangan Gibran, Sampai Ada yang Kena Piting Paspampres

Kehebohan Warga Rusun Muara Baru Saat Kedatangan Gibran, Sampai Ada yang Kena Piting Paspampres

Megapolitan
Remaja Perempuan di Jaksel Selamat Usai Dicekoki Obat di Hotel, Belum Tahu Temannya Tewas

Remaja Perempuan di Jaksel Selamat Usai Dicekoki Obat di Hotel, Belum Tahu Temannya Tewas

Megapolitan
Gibran Janji Akan Evaluasi Program KIS dan KIP agar Lebih Tepat Sasaran

Gibran Janji Akan Evaluasi Program KIS dan KIP agar Lebih Tepat Sasaran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com