JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok meminta pengembang proyek reklamasi 17 pulau buatan untuk tidak lagi mencoba mempengaruhi pembuat kebijakan agar bersedia menurunkan kewajiban menyerahkan dari 15 persen menjadi 5 persen dari total lahan.
Menurut Ahok, penyerahan kewajiban pengembang sampai 15 persen bertujuan agar Pemerintah Provinsi DKI memiliki lahan untuk membangun rumah susun bagi para pekerja dari kalangan menengah ke bawah yang nantinya akan bekerja di pulau tersebut.
"Pulau (reklamasi) itu jangan diisi orang kaya dong, kan masih ada sopir atau pembantu mau kerja. Mereka nanti tinggal di mana? Masa masih mau dari Bekasi, Depok. Makanya saya tambah 15 persen dalam Raperda ini," kata Ahok di Rusunawa Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, Sabtu (2/4/2016).
Tercatat ada sembilan pengembang yang terlibat dalam proyek reklamasi 17 pulau buatan di Pantai Utara Jakarta.
Salah satu pengembang, yakni PT Agung Podomoro Land diketahui baru saja kedapatan memberi suap kepada Ketua Komisi D Mohamad Sanusi. Pemberian suap kepada Sanusi diduga bertujuan agar DPRD bersedia menurunkan kewajiban pengembang dari 15 persen menjadi hanya 5 persen dalam rancangan peraturan daerah (Raperda) Tata Ruang Kawasan Stategis Pantai Utara Jakarta.
(Baca juga: "Tertangkapnya Bos Agung Podomoro Land, Indikasi Proyek Reklamasi Sarat Korupsi")
Ahok mensinyalir pemberian suap ke Sanusi ini memiliki keterkaitan dengan getolnya DPRD mengajukan penurunan kewajiban pengembang dalam Raperdau Tata Ruang Kawasan Stategis Pantai Utara Jakarta yang kini masih dalam tahap pembahasan.
"Nah kelihatannya kawan-kawan (DPRD) ini kurang senang soal 15 persen ini. Mereka beberapa kali nulis ke Bapedda (Badan Perencana Pembangunan Daerah) kenapa enggak hitung 5 persen saja?" ujar Ahok.
(Baca juga: Taufik Disebut Pengusul Diturunkannya Kewajiban Pengembang Reklamasi)
Kamis (31/3/2016) malam, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi. Sanusi kedapatan baru saja menerima suap Rp 1,14 miliar dari PT Agung Podomoro Land, salah satu pengembang yang terlibat dalam proyek reklamasi.
Pada konferensi pers Jumat (1/4/2016) petang, Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan uang yang diberikan kepada Sanusi merupakan suap dalam pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (ZWP3K); dan Raperda Tata Ruang Kawasan Stategis Pantai Utara Jakarta. Raperda ZWP3K dan Raperda Tata Ruang Kawasan Stategis Pantai Utara Jakarta memiliki keterkaitan dengan proyek reklamasi pembuatan 17 pulau buatan di Pantai Utara Jakarta.
Di DPRD DKI, pengesahan dua raperda tersebut berlangsung alot. Yang terbaru adalah pembatalan pengesahan Raperda ZWP3K akibat tak kuorumnya jumlah anggota DPRD yang hadir pada Kamis (17/3/2016). (Baca: KPK Dalami Keterlibatan M Taufik di Kasus Suap PT APL)
Anggota DPRD yang tak hadir diketahui keberatan terhadap perubahan pada salah satu pasal yang ada pada draf Raperda Tata Ruang Kawasan Stategis Pantai Utara Jakarta. Perubahan terjadi pada pasal yang mengatur mengenai kewajiban pengembang di lahan pulau reklamasi.
Jika pada draf sebelumnya dinyatakan bahwa pengembang wajib menyerahkan minimal 15 persen lahan pulau buatannnya untuk fasos fasum, maka pada draf terbaru kewajiban pengembang hanya 5 persen.
Dari sejak pembatalan pengesahan Raperda ZWP3K hingga tertangkapnya Sanusi, tak diketahui pasti siapa yang mengubah pasal tersebut. Namun, akibat pembatalan Raperda ZWP3K, Raperda Tata Ruang Kawasan Stategis Pantai Utara Jakarta jadi tidak bisa disahkan.