RUMAH di atas kali yang ditopang tiang-tiang bambu masih menjadi pemandangan umum di bantaran Kali Ciliwung di kawasan Matraman, Jakarta Timur. Bantaran kali yang sempit itu menjadi tempat bernaung orang-orang yang bertahan mengadu nasib di Jakarta. Ruang sungai pun kian terdesak.
Pada 1998, Suwarni (35) dan suaminya mulai bermukim di bantaran Kali Ciliwung, tepatnya di RT 010 RW 004, Kelurahan Kebon Manggis, Matraman. Bermodal uang Rp 12 juta, suami-istri itu membeli rumah bekas di bantaran kali itu.
"Saat pertama beli, bangunan rumah masih reyot, dari kayu," kata Suwarni, Rabu (27/4).
Dari penghasilan suami sebagai pedagang nasi goreng keliling, rumah reyot dibangun Suwarni sedikit demi sedikit menjadi rumah dari beton. Hingga kini, luas bangunan rumahnya menjadi 6 meter x 8 meter persegi, cukup untuk tinggal Suwarni, suami, dan dua anaknya.
Namun, seperti rumah lain di bantaran kali, separuh rumah Suwarni berdiri di atas kali. Bagian bangunan yang ada di atas kali itu ditopang tiang beton yang ditancapkan ke turap kali.
Tak heran Kali Ciliwung di tempat Suwarni tinggal hanya tampak selebar 5 meter, dari lebar sesungguhnya 8 meter. Kanan-kiri bantaran kali itu dipadati permukiman warga.
Menurut dia, meski didirikan di bantaran kali, rumahnya tak pernah kebanjiran karena bantaran yang ia tempati lumayan tinggi. Banjir luapan Kali Ciliwung terjadi di RT tetangga.
Penertiban bangunan di sepanjang bantaran itu selama ini tak pernah dilakukan. Itu sebabnya bantaran Ciliwung di Matraman makin padat hunian.
Warga lain di bantaran itu, Sumini (36), mengatakan, rumah yang ia tempati sekarang sudah berulang kali ganti pemilik. "Saya tidak tahu, saya ini sudah orang ke berapa yang membeli rumah ini," katanya.
Menurut Sumini, tiga tahun lalu saat dia dan suaminya membeli rumah, kondisinya sangat buruk karena hanya dari bambu dan kayu. Ia bayar rumah itu seharga Rp 13 juta dengan tanda bukti jual-belinya hanya selembar kuitansi.
Dengan penghasilan suaminya sebagai pegawai di sebuah pusat perbelanjaan, dia membangun rumah yang lebih kokoh dengan menghabiskan dana Rp 50 juta lebih.
Perempuan asal Purwodadi, Jawa Tengah, itu menyadari bahwa dia membangun rumahnya secara ilegal. Namun, ia berharap bisa memperoleh unit rumah susun sederhana sewa yang tidak terlalu jauh dari Matraman jika jadi direlokasi untuk kepentingan normalisasi Ciliwung. Sebab, suaminya bekerja di Manggarai, Jakarta Selatan, tak jauh dari rumahnya sekarang.
Puluhan tahun
Pemandangan serupa juga ditemui di Kelurahan Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat, tepatnya di pinggir aliran Kali Apuran. Rumah-rumah warga berderet membelakangi aliran kali yang menuju ke Cengkareng Drain itu.
Pipa-pipa saluran pembuangan limbah rumah tangga warga mengalir ke kali itu. Rabu, aliran kali itu terlihat keruh kehitaman. Sampah plastik dan botol minuman berserakan dan mengambang di permukaan air.