JAKARTA, KOMPAS.com - Tepat satu hari setelah peringatan hari pendidikan nasional yang jatuh pada 2 Mei, netizen digemparkan oleh beredarnya video aksi bullying siswi SMAN 3 Jakarta di YouTube.
Empat siswi kelas X disiram air dan abu rokok oleh senior mereka sendiri, siswi kelas XII. Mereka juga dimaki-maki dan dipaksa mengenakan bra di luar. Kejadian itu berlangsung pada Kamis (28/4/2016) lalu seusai pulang sekolah.
Kepala Sekolah SMAN 3 Jakarta, Ratna Budiarti, mengatakan, bullying atau perundungan yang dilakukan lima siswi kelas XII terhadap empat siswi kelas X karena para pelaku ingin memberikan teguran kepada para junior mereka yang dipergoki pergi ke sebuah kafe pada Sabtu (23/4/2016) malam.
Pelaku menilai para korban belum pantas pergi ke kafe yang menyuguhkan tampilan DJ. Para korban lalu diundang melalui aplikasi LINE untuk bertemu para pelaku seusai pulang sekolah di warung depan sekolah mereka.
Para pelaku menyebut undangan itu sebagai perpisahan kelas XII yang sebentar lagi akan lulus.
"Ternyata setelah sampai di sana bukan dikasih arahan, malah istilahnya mereka dikerjainlah, begitu kalau bahasa mereka, sebagai teguran (untuk) anak kelas X yang datang ke kafe," kata Ratna. (Baca: Pergi ke Kafe, Alasan Siswi Lakukan "Bullying" di SMAN 3)
Ratna kemudian menegur kelima siswi pelaku bullying itu. Para pelaku dikatakan sudah meminta maaf. Orangtua kedua belah pihak pun sudah diundang dan dimediasi. Mereka sepakat untuk berdamai.
Pengaruhi kelulusan
Perilaku yang dapat pengaruhi kelulusan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Sopan Adrianto menuturkan, kasus bullying yang dilakukan siswi kelas XII SMAN 3 Jakarta itu dapat memengaruhi kelulusan mereka.
Perilaku peserta didik menjadi salah satu indikator penentu kelulusan, selain siswa tersebut telah menyelesaikan seluruh program sekolah dan lulus ujian sekolah.
"Kalau itu (kelulusan) kan yang menentukan dewan guru. Nanti dia rapat, dia sidang. Bagaimana nilai pembelajarannya oke, bagaimana perilakunya, (kalau) jeblok itu dari itu (bisa) enggak lulus," kata Sopan, Selasa (3/5/2016).
Selain memengaruhi kelulusan, pelaku bullying pada umumnya juga dapat diberikan sanksi berupa dikeluarkan atau dipindah sekolahkan. Sanksi itu disesuaikan dengan peraturan dan tata tertib yang diberlakukan sekolah.
"Kalau peserta didik sudah melakukan tawuran, kekerasan, dan bullying atau perkara polisi, maka ujung-ujungnya akan dikembalikan ke orangtuanya. Nah makna dari dikembalikan ke orangtuanya itu kan terserah, kita (pihak sekolah) bisa mengeluarkan, kita bisa buat rekomendasi pindah ke sekolah lain," papar Sopan.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pun menyebut hal serupa. Menurut Ahok (sapaan Basuki), pelaku bullying pantas dikeluarkan dari sekolah. (Baca: Ahok: Pelaku "Bullying" Pantas Dikeluarkan dari Sekolah)
"Jadi kalau sampai bully berakhir masalah, itu poinnya sudah pelanggaran. Pelanggaran poinnya akan dikembalikan kepada orang tua. Ya dikeluarin dari sekolah," ujar Ahok.
Namun, sejauh ini Kepala SMAN 3 menyebut sanksi yang akan diberikan kepada para pelaku bullying hanya sebatas penahanan ijazah. Penahanan ijazah disebut dapat memberikan efek jera.
"Sanksinya kita sepakati bersama bahwa yang kelas XII kalau mereka lulus, kan tinggal tunggu pengumuman, ijazahnya kami tahan sampai tidak ada lagi pihak-pihak yang menuntut atas kejadian ini," ucap Ratna.
Kasus bullying yang terjadi menunjukkan adanya kebobrokan perilaku peserta didik. Jika sanksi pemutusan sekolah dan ancaman tidak lulus dapat dengan tegas diterapkan, bukan tidak mungkin kasus ini akan menurun atau menghilang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.