JAKARTA, KOMPAS.com — Koordinator Jaringan Nasional Advokasi Pembantu Rumah Tangga (Jala PRT), Lita Anggraini menyebutkan, sampai saat ini pembantu rumah tangga (PRT) belum mendapatkan upah layak sesuai upah minimum regional (UMR) yang didapat pekerja dari sektor lain.
Lita mengatakan, upah PRT bahkan dikatakan tidak layak, melihat jam kerja yang tanpa batas. Saat ini, rata rata PRT menerima upah sebesar 20 persen sampai 25 persen dari UMR yang berlaku di tiap daerah
"Masih banyak (upah) yang Rp 800.000, Mas, bahkan ada yang Rp 500.000. Bayangkan saja dengan Rp 800.000 mereka hidup seperti gali lubang tutup lubang," ujar Lita saat dihubungi Kompas.com, Kamis (5/5/2016).
(Baca: Selama 2016, Ada 123 Kasus Kekerasan PRT )
Rendahnya upah yang didapat PRT secara gamblang memperlihatkan bawah pemerintah hanya melihat PRT hanya sebelah mata.
Lita menilai, harusnya ada undang-undang yang mengatur tentang sistem kerja PRT, termasuk di dalamnya sistem pengupahan.
Selain itu, Lita menyebutkan, hampir semua PRT di Tanah Air tidak memiliki jaminan kesehatan. Bahkan dari beberapa kasus, PRT yang sakit dan langsung dipecat oleh majikannya tidak lagi mampu membiayai pengobatan.
(Baca: Mengaku Dipukuli Majikan, PRT di Bawah Umur Loncat dari Lantai 2)
"Bisa dihitung satu dua (mendapat jaminan kesehatan), hampir mendekati 100 persen PRT tidak mendapatkan haknya, pemerintah Joko Widodo sama sekali tidak memandang PRT, PRT hanya seperti tumbal," ujar Lita.
Untuk itu, Lita mendesak agar pemerintah segera mengesahkan undang-undang PRT yang telah diajukan sejak 2014. Namun, undang-undang tersebut masih mandek di meja DPR.
Dengan adanya undang-undang tersebut, Lita menilai akan menjamin perlindungan serta hak PRT. Selain itu, pengawasan terhadap PRT, terutama soal sistem kerja, juga akan bisa diawasi.