JAKARTA, KOMPAS.com - Seknas Perempuan Mahardhika, Mutiara Ika Pratiwi, mengatakan, penyebab terjadinya kekerasan seksual bukanlah hasrat seksual seseorang. Oleh sebab itu, dia mengaku tidak setuju dengan wacana hukuman kebiri untuk pelaku kekerasan seksual.
"Saya tidak sepakat dengan hukuman kebiri karena bukan hasrat seksual persoalannya, tetapi pola pikir yang kemudian memengaruhi hasrat seksual yang ingin menguasai (tubuh)," ujar Ika dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/5/2016).
Menurut Ika, wacana hukuman kebiri ataupun hukuman mati melanggar hak asasi manusia (HAM). Hukuman yang diberikan untuk pelaku kekerasan seksual seharusnya tidak mengandung unsur kekerasan pula.
"(Hukuman mati dan kebiri) memperbesar intimidasi terhadap kelompok yang rentan, ini akan menimbulkan tindakan-tindakan intoleran, saling balas dendam, dan sebagainya. Dia bisa lebih melakukan hal yang lebih kejam," papar Ika.
Ahli Neuropsikologi Saraf, Ihsan Gumilar, pun sepakat bahwa hasrat seksual bukan penyebab terjadinya kekerasan seksual. Dia lebih menyoroti kontrol diri seseorang yang dapat melakukan kekerasan tersebut.
"Proses self control yang tidak dalam kondisi normal yang membuat dia melakukan itu," kata Ihsan. (Baca: Faktor Terjadinya Kekerasan Seksual Menurut Unicef Indonesia)
Namun, berbeda dengan Ika, Ihsan menyebut wacana hukuman mati atau kebiri dapat memengaruhi otak seseorang untuk tidak melakukan perbuatan itu.
"Dalam neurologi, ada bagian dalam otak yang berfungsi mengatur emosi. Memberi sebuah ancaman adalah sebuah bagian untuk proses yang komprehensif dan itu akan memacu kinerja otak, tentu itu bisa memengaruhi," tutur Ihsan.