JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengadakan pertemuan dengan Guru Besar Arkeologi Universitas Indonesia (UI), Mundarjito, di Balai Kota pada Selasa (10/5/2016).
Dari pertemuan tersebut, Ahok mengaku telah mendapat pemaparan yang dinilainya menjadi bukti bahwa permukiman warga di Luar Batang, Jakarta Utara, dan sekitarnya baru muncul pada tahun 1980-an dan tak masuk dalam sejarah panjang kawasan tersebut.
Menurut Ahok, pada era pemerintah kolonial Belanda, kawasan Luar Batang pernah dijadikan gudang penyimpanan. Jika ada gudang, dia yakin Belanda tidak akan mungkin mengizinkan ada warga bermukim di sekitarnya.
"Bagaimana bisa kamu mengklaim nenek moyangmu di situ? Saya tanya kalau zaman Belanda ada gudang VOC. Dia kasih enggak kamu bikin rumah di atas gudangnya? Logika saja," ujar Ahok di Balai Kota, Selasa.
Ahok juga menyinggung soal keberadaan Pasar Heksagonal di Pasar Ikan dan Akuarium di lokasi yang kini dikenal sebagai Kampung Akuarium. Menurut Ahok, Akuarium di lokasi tersebut dibangun Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 1960-an.
Namun, tahun 1980-an, bangunan tersebut dibongkar. Pasca-pembongkaran itulah, diyakininya, warga mulai menduduki kawasan tersebut.
"Sampai 80-an itu baru pindah. Berarti mereka menduduki itu tahun berapa? Di atas 1980-an. Saya punya bukti. Saya sudah kerja sama dengan arkeolog dan kita mau lakukan restorasi," ujar Ahok.
Ia kemudian menyamakan kasus di Luar Batang dan sekitarnya dengan yang sebelumnya terjadi di Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur. Menurut Ahok, memang benar Kampung Pulo sudah ada pada zaman dulu. Namun, kata dia, Kampung Pulo yang dimaksud bukanlah permukiman warga yang ada di bantaran sungai.
"Yang kita tertibkan kan orang yang di sungai, tetapi mengaku (sebagai orang) Kampung Pulo. Padahal, justru dia kan mereklamasi sungai," kata Ahok.