JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Senior dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai, pemanggilan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) oleh KPK dapat mempengaruhi elektabilitasnya.
Selain itu, yang mempengaruhi elektabilitas Ahok adalah kebijakannya terkait penertiban permukiman warga, kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras, hingga reklamasi Teluk Jakarta.
"Mungkin publik mulai sadar karena ada pencekalan terhadap staf pribadi Pak Ahok, Sunny Tanuwidjaja oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)."
"Oleh karena itu, memang sebetulnya sulit bagi Ahok membuat namanya melejit. Karena stafnya dicekal, dia dipanggil mondar-mandir ke KPK, jadi jangan disentuh soal isu SARA," kata Siti di Hotel Alia Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (10/5/2016).
Ahok pernah dimintai keterangan oleh KPK terkait pembelian lahan RS Sumber Waras dan baru-baru ini, Ahok dipanggil KPK untuk menjadi saksi anggota DPRD DKI Mohamad Sanusi dan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Tbk Ariesman Widjaja dalam kasus dugaan suap reklamasi Teluk Jakarta.
Namun, berdasarkan rilis survei Populi Center, elektabilitas Ahok justru meningkat meski sedang terkena kasus RS Sumber Waras dan reklamasi Teluk Jakarta. Terkait elektabilitas ini dilakukan dengan pertanyaan terbuka atau top of mind.
Jika Pilkada DKI Jakarta dilakukan hari ini, siapa yang paling layak dipilih menjadi Gubernur DKI Jakarta?
"Temuan menarik dari survei ini adalah meski diterpa kontroversi, elektabilitas Ahok sedikit naik dibanding bulan Februari 2016, yaitu dari 49,5 persen menjadi 50,8 persen," kata peneliti Populi Center Nona Evita, Senin (25/4/2016) lalu.
Survei ini mengikutsertakan sebanyak 400 responden di enam wilayah DKI Jakarta. Survei dilakukan dengan wawancara tatap muka pada 15-21 April 2016.
Ratusan responden ini dipilih secara acak bertingkat atau multistage random sampling, dengan margin of error lebih kurang 4,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.