JAKARTA, KOMPAS.com - Ruang rapat Komisi A nyaris penuh diisi oleh para pengurus RT dan RW se-Jakarta, Kamis (26/5/2016).
Mereka datang untuk mengikuti rapat dengar pendapat bersama anggota Komisi A dan eksekutif.
(Baca juga: Protes Qlue, Pengurus RT dan RW Ancam Mundur dan Boikot Pilkada DKI 2017)
Tujuan mereka datang ke Gedung DPRD DKI Jakarta kemarin hanya satu, yakni menuntut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menghapus sistem pemberian insentif berbasis laporan aplikasi Qlue.
Menurut mereka, kemajuan teknologi ini begitu menyulitkan. Bukan karena masalah aplikasi yang tidak bisa digunakan, tetapi masalah kewajiban-kewajiban pengurus RT dan RW, yang bertambah setelah adanya Qlue.
Para pengurus RT dan RW tersebut diwajibkan untuk menyampaikan laporan melalui aplikasi tersebut.
Masalah pertama yang mereka keluhkan adalah soal adanya uang Rp 10.000 per laporan untuk RT dan Rp 12.500 per laporan untuk RW.
Uang tersebut juga bukan untuk uang pribadi ketua RT dan RW, tetapi untuk uang operasional di lingkungan mereka.
Mahmud Ujang, perwakilan RW dari Kelurahan Pinangranti mengatakan bahwa dia sudah menjadi pengurus RT sejak tahun 1980. Sekarang, dia sudah menjadi pengurus RW.
Selama itu, kata Mahmud, dia dan warga lain menjalankan tugas sebagai pengurus RW atas dasar pengabdian, bukan honor.
Hal itulah yang membuat mereka tersinggung ketika merasa diperintah oleh Pemprov DKI. Mereka merasa bukan pegawai Pemprov DKI.
"Enggak ada uang ini itu kita juga tetap jalan kok," ujar Mahmud dalam rapat di ruang Komisi A DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Kamis (26/5/2016).
Meskipun mendapatkan insentif, tetapi kebijakan laporan via Qlue saat ini justru dianggap memberatkan para pengurus RT dan RW.
Sebab, menurut dia, pengurus RT dan RW seolah-olah menjadi pegawai Pemprov DKI yang diwajibkan melapor 3 kali sehari.
Padahal, tidak setiap hari ketua RT berkeliling lingkungannya. Mereka juga memiliki pekerjaan utama di luar tugas sebagai RT dan RW.
"Kita bukan masalah uangnya, Pak. Masa sehari RT dan RW cuma jadi kuli amatiran yang dihargai Rp 10.000? Kita punya harga diri, Pak. Enggak ada uang Qlue kita juga bisa makan. Banyakan juga duit gua kali," ujar Mahmud.
(Baca juga: Ahok Ingin Qlue Diterapkan Secara Nasional)