JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara tersangka kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso, Yudi Wibowo menilai digunakannya sample celana yang hilang untuk barang bukti sebagai tindakan yang tidak sesuai.
"Kalau alat bukti seperti celana dibelikan di Pasar Tanah Abang itu kan enggak bisa, bukan alat bukti itu. Itu namanya ilmu 'gatuk', kalau orang Jawa ngomongnya ilmu gatuk itu (artinya) dicocok-cocokkan, asal sesuai memenuhi unsur gitu," kata Yudi, usai menemai Jessica masuk ke Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur, Jumat (27/5/2016).
Padahal, kata Yudi, barang bukti itu seharusnya adalah yang disita dari tempat kejadian.
"Itu harus disita di saat kejadian itu ya, ada apa di situ, yang mendukung pasal yang disangkakan itu," ujar Yudi.
Pengacara Jessica lainnya, Hidayat Boestami menuturkan, ada 37 alat bukti yang digunakan oleh penyidik terhadap kliennya. Beberapa di antaranya adalah CCTV, sidik jari, dan mesin penggiling kopi.
Hidayat heran mengapa mesin penggiling kopi juga jadi alat bukti untuk kliennya.
"Emang Jessica bikin kopi? Jessica kan tamu di situ. Jessica di situ, dia mesan kopi, kenapa ada alat bukti itu?" ujar Hidayat.
Meski demikian, Hidayat mengatakan di persidangan nanti semua alat bukti itu akan diuji.
"Makanya kita akan buka, akan kita lihat nanti dalam persidangan. Kita akan uji itu semuanya," ujar Hidayat.
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sebelumnya memastikan unsur pembunuhan berencana dalam berkas perkara Jessica Kumala Wongso terpenuhi. Kepastian itu disampaikan setelah berkas perkara pembunuhan Mirna dinyatakan lengkap atau P 21.
Dalam kasus ini, Mirna tewas setelah minum es kopi vietnam di Kafe Olivier, Grand Indonesia, pada 6 Januari 2016. Ketika itu, ia sedang bersama dengan dua temannya, Jessica dan Hani.
Hasil pemeriksaan laboratorium forensik menunjukkan, kopi yang diminum Mirna mengandung racun sianida.
Polisi kemudian menetapkan Jessica sebagai tersangka kasus pembunuhan itu pada Jumat (29/1/2016) malam dan menangkap Jessica keesokan harinya, Sabtu (30/1/2016) pagi.