Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril: Insentif Per Aduan untuk RT/RW Timbulkan Masalah Baru

Kompas.com - 28/05/2016, 18:34 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Uang insentif bagi pengurus RT dan RW di Jakarta yang kini diberikan dengan cara mematok harga per laporan melalui aplikasi Qlue dinilai menimbulkan masalah tersendiri.

Kandidat bakal calon gubernur DKI Jakarta Yusril Ihza Mahendra menjelaskan masalah dari penerapan sistem baru yang tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) yang ditandatangani oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.

"Uang operasional bagi Ketua RT Rp 10.000 dan Ketua RW Rp 12.500 itu bisa menimbulkan masalah baru juga, karena mereka itu kan bukan aparat pemerintah, tapi lembaga kemasyarakatan yang sifatnya sukarela dan bukan bekerja full time serta profesional," kata Yusril usai mengisi dakwah di Masjid Nurul Iman, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Sabtu (28/5/2016) sore.

Menurut Yusril, pemilihan pengurus RT dan RW dilakukan secara sederhana oleh warga di sebuah kawasan, dengan pertimbangan ketokohan dan sosok yang disegani.

Melalui hal tersebut, bisa saja yang dipilih warga sebagai pengurus RT dan RW mereka adalah orang dengan jam kerja yang tinggi, semisal dekan di sebuah fakultas kedokteran universitas tertentu atau seorang kolonel di sebuah satuan militer tertentu.

"Kalau ada kolonel di TNI Angkatan Darat diminta jadi Ketua RT, tentu dia mau saja. Tapi, sehari-harinya pasti dia sibuk, entah sibuk di Kodim, bagaimana bisa dia mengawasi apa yang terjadi di RT/RW-nya, dan tiga kali sehari harus lapor kepada aparat Pemda DKI. Apalagi, tiap laporan dikasih Rp 10.000, bisa tersinggung si kolonel itu," tutur Yusril.

Dari hal sederhana seperti itu saja, Yusril beranggapan, masyarakat sudah memahami bahwa menjadi seorang pengurus RT/RW merupakan sebuah kesediaan atau kerelaan.

Hal yang sama sudah pernah disampaikan sebelumnya oleh pengurus-pengurus RT dan RW yang menemui anggota DPRD DKI Jakarta Komisi A pada Kamis (26/5/2016) lalu.

Mereka datang untuk mengikuti rapat dengar pendapat bersama anggota Komisi A dan eksekutif. Tujuan mereka hanya satu, yakni menuntut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menghapus sistem pemberian insentif berbasis laporan aplikasi Qlue.

Menurut mereka, kemajuan teknologi itu begitu menyulitkan. Bukan karena masalah aplikasi yang tidak bisa digunakan, tetapi masalah kewajiban-kewajiban pengurus RT dan RW, yang bertambah setelah adanya Qlue.

Dalam sehari, para pengurus RT dan RW diwajibkan untuk menyampaikan laporan melalui aplikasi tersebut.

Masalah pertama yang mereka keluhkan adalah soal adanya uang Rp 10.000 per laporan untuk RT dan Rp 12.500 per laporan untuk RW. Uang tersebut juga bukan untuk uang pribadi ketua RT dan RW, tetapi untuk uang operasional di lingkungan mereka.

Mahmud Ujang, perwakilan RW dari Kelurahan Pinangranti, mengatakan bahwa dia sudah menjadi pengurus RT sejak tahun 1980.

Sekarang, dia sudah menjadi pengurus RW. Selama itu, dia dan warga lain menjalankan tugas sebagai pengurus RW atas dasar pengabdian, bukan honor.

Hal itulah yang membuat mereka tersinggung ketika merasa diperintah oleh Pemprov DKI. Mereka merasa bukan pegawai Pemprov DKI.

"Enggak ada uang ini itu kita juga tetap jalan kok," ujar Mahmud.

Kompas TV Qlue, Solusi Atau Masalah? (Bag 1)
Kompas TV Qlue, Solusi Atau Masalah? (Bag 2)


 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

Megapolitan
Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Megapolitan
Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Megapolitan
Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Megapolitan
Uang Korban Dipakai 'Trading', Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Uang Korban Dipakai "Trading", Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Megapolitan
Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' Berhasil Diidentifikasi

Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" Berhasil Diidentifikasi

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Megapolitan
Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Megapolitan
Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Megapolitan
Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Megapolitan
Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Megapolitan
Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com