JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Syarif tertawa mengetahui strategi sumbangan dana kampanye yang akan diterapkan bakal calon petahana Basuki Tjahaja Purnama pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017.
Basuki sebelumnya memunculkan wacana aturan sumbangan dana kampanye sebesar Rp 50 juta bagi warga kelas menengah ke atas yang mau makan satu meja dengannya dan Rp 500.000 bagi warga kelas menengah ke bawah.
"Ha-ha-ha, gagasan brilian, ketemu Ahok (Basuki) dan makan bareng berbayar. Kayak artis supertop aja, ini bisa mengalahkan artis kelas dunia Justin Bieber," kata Syarif kepada Kompas.com, Senin (30/5/2016).
Syarif mengatakan, sumbangan dana kampanye itu memang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah dan Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2015 tentang Kampanye.
Adapun besaran sumbangan donatur atas nama pribadi kepada pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang diusung partai politik maupun jalur independen maksimal Rp 50 juta.
Sementara sumbangan donatur atas nama kelompok atau badan swasta maksimal Rp 500 juta.
"Boleh orang nyumbang (dana kampanye) dong, diatur batasan maksimum perorangan dan perusahaan," kata Syarif.
Meskipun gagasan Basuki brilian, lanjut dia, strategi tersebut berpotensi melanggar aturan. Terlebih lagi, Basuki merupakan seorang petahana.
"Dalam konteks politik kepemiluan, itu kenyataan yang tidak seperti aslinya. Ahok itu petahana, di tangannya sumber kekuasaan bisa dikapitalisasi untuk kepentingan pemenangannya," kata Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta itu.
Sebelumnya Basuki menginginkan model kampanyenya saat Pilkada DKI 2017 nanti seperti "Teman Ahok Fair". Dengan demikian, warga yang akan membiayai kebutuhan calon pemimpinnya agar bisa memenangi pilkada.