JAKARTA, KOMPAS.com — Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta Syarif mempermasalahkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 168 Tahun 2014 tentang Pedoman RT/RW.
Syarif mengatakan, Basuki tidak bisa mendelegasikan lurah untuk memberhentikan ketua RT/RW. Sebab, ketua RT/RW dipilih oleh warga setempat.
"Ahok harus bisa membaca teliti, RT/RW itu organisasi yang sangat tua dan sangat demokratis, tidak bisa sembarangan memberhentikan begitu saja," kata Syarif kepada Kompas.com, Senin (30/5/2016).
Syarif menyebut aturan pemberhentian ketua RT/RW oleh lurah dalam aturan tersebut ngawur. Pemerintah, kata dia, mengatur tataran administrasi saja. Ketika ada proses pemilihan, pengangkatan, dan pemberhentian, hal itu menjadi otoritas mutlak dari warga tempat ketua RT/RW itu menetap.
"Lurah diberi wewenang memberhentikan ketua RT/RW kan pendelegasian wewenang Gubernur yang terlalu nafsu ingin berkuasa," kata anggota Fraksi Partai Gerindra tersebut. (Baca: Begini Aturan Pemberhentian Ketua RT/RW di Jakarta)
DPRD pun mendesak Basuki mencabut pergub tersebut. Selanjutnya, DPRD akan mengajukan perda penyelenggaraan RT/RW. Aturan itu diharapkan dapat menjadi payung hukum secara komprehensif.
"Kemarin (saat menerima aduan pengurus RT/RW) rekomendasi Komisi A segera mencabut SK Gubernur Nomor 903 dan menunda pemberlakuan Pergub Nomor 168 sambil menunggu proses pembahasan perda tentang penyelenggaraan RT/RW," kata Syarif.
Instruksi aduan Qlue oleh ketua RT/RW diatur dalam SK Gubernur Nomor 903 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan tugas dan fungsi RT dan RW di DKI Jakarta. Tiap laporan di Qlue dihargai insentif sebesar Rp 10.000. (Baca: Disebut Ahok Politis karena Bela RT/RW, Ini Kata Sekretaris Komisi A DPRD)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.