Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Renungan budaya: Mencari Pribadi Pemenang, Bukan Pecundang

Kompas.com - 30/05/2016, 20:00 WIB

Bangsa membutuhkan pemimpin dan rakyat dengan aura pemenang, bukan pecundang. Hanya pribadi pemenang yang mampu berbicara dengan cinta, mengasihi sesama, Pemenanglah yang mampu memerdekakan diri dan merobohkan sekat-sekat, seperti pernah dilakukan Ki Hajar Dewantara.

Aktor dan seniman Slamet Rahardjo Djarot menyampaikan hal itu dalam acara Renungan Budaya oleh Slamet Rahardjo dalam rangka memeringati Hari Pendidikan dan Kebangkitan Nasional di Balai Budaya Jakarta, Rabu (25/5). Hadir dalam acara tersebut di antaranya pengajar ‎filsafat Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Romo Mudji Sutrisno, Pembina Dewantara Centre Jendral TNI Purnawirawan Tiasno Sudarto, serta sejumlah budayawan dan seniman.

Kata-kata bijak hanya bisa dikatakan dan dihayati oleh pribadi yang punya aura pemenang. Seperti ajaran Ki Hajar Dewantara, ing ngarso sung tulodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani, itu adalah ajaran tiga dalam satu, tidak bisa dipisahkan. Di depan memberi suri tauladan. Di tengah menggugah atau membangkitkan. Di belakang memberi dorongan. Menjadi lucu jika semboyan Kementerian Pendidikan dan ‎Kebudayaan hanya tut wuri handayani saja. (dulu semboyan dicanangkan saat bernama Kementerian Pendidikan Nasional).

"Lalu apakah yang dilakukan Mendikbud hanya tut wuri? Hanya para pemenang yang mampu memahami tiga dalam satu itu, ajaran Ki Hajar. Sebenarnya memang di dalam tubuh kita itulah bersemaayan tiga dalam satu itu," kata Slamet, yang lantas menceritakan bagaimana Ki Hajar sewaktu kecil mampu merobohkan sekat-sekat di sekolah yang membatasi dan tidak memerdekakan.

Pemenang selalu menjadi bagian dari jawaban. Pecundang selalu menjadi bagian dari masalah. Hanya orang bodoh yang punya masalah. Hanya orang kerdil pikiran yang membuat masalah menjadi keributan. Hanya orang arif yang bisa menyelesaikan masalah, menaikkan derajatnya, karena masalah itu sebenarnya bukan masalah. Masalah adalah masa yang kita perlukan untuk mengetahui rahasia Tuhan.

Pemenang selalu punya program, pecundang punya kambing hitam. Pemenang selalu berkata, biarkan saya yang kerjakan untuk Anda, pecundang berkata itu bukan pekerjaan saya. Pemenang berkata, itu sulit tapi mungkin bisa. Pecundang berkata, itu bisa tapi mungkin terlalu sulit. "Eh itu bukan kata-kata saya lho. Saya menemukannya dalam satu buku kecil. Eh kok bagus, he-he," ujar Slamet.

Pertahanan terakhir

Tiasno Sudarto dalam sambutannya mengingatkan Trisakti yang dicetuskan Presiden Soekarno: Berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. "Kebudayaan disebut terakhir, karena menjadi pertahanan terakhir. Yang diserang terhebat mungkin ekonomi atau politik. Tapi jika yang diserang kebudayaan, lalu kita kalah menegakkan kepribadian kita, hilanglah bangsa Indonesia," kata Tiasno.

Mantan Kepala Staf TNI AD di era Presiden Abdurrahman Wahid itu juga mengingatkan pernyataan Ki Hajar tentang masa depan bangsa. Bahwa pada yang akan datang, rakyat kita berada dalam kebingungan. Kita melihat yang indah-indah milik bangsa asing dan kita acapkali merusak sendiri kedamaian hidup kita. "Bangsa ini sedang menghdapai problematik tentang kerakyatan, kebangsaan, dan kemasyarakatan yang sangat berat," katanya.

Ketua Dewantara Center Syahnagra Ismail mengatakan, mental bangsa kmita masih ada di masa lalu. Feodalisme masih bercokol. Masih banyak pemimpin yang. ingin kaya sendiri, hebat sendiri, berkuasa sendiri. Materialisme merajalela. Korupsi. Kemewahan menjadi ukuran. Tidak ada kesadaran untuk melihat hal-hal kecil, misalnya lapangan bola di kampung kecil, tempat orang tua bersorak-sorai ketika melihat anaknya main, tempat anaak bermain, mengasah keberanian dan kerjasama.

Bagi Slamet, orang yang merusak kebudayaan kita adalah kita sendiri, penguasa kita sendiri. Padahal, kebudayaan itu ada di sekeliling kita. Kebudayaan itu seperti kita menghirup udara. ‎ Jika kita menyayangi Tuhan berarti menyayangi saudara sebangsa setanah air, menyayangi sesama.

Ketika Presiden Jokowi berteriak tentang revolusi mental, itu sangat tepat, karena mental kita bobrok. "Tapi, kalau boleh tahu, juklaknya mana? Juknisnya mana? Naskah akademiknya mana? Kok semua orang suruh mbengok Pancasila di radio-radio. Pancasila telah jadi iklan. Ini njijiki. Pancasila ada di nafas kita. Jangan direkayasa karena kamu penguasa. Pancasila itu bersemayam di diri kita," kata Slamet.

Pancasila ada di lagu anak-anak yang sederhana. Lalu Jawa berjudul Bebek Adus Kali, misalnya. Bebek adus kali (bebek mandi di sungai). Bebek itu kita, kali itu kebudayaan. Nututi sabun wangi, (mengikuti sabun yang harum). Kita mengikuti sesuatu yang baik. Ibu tumbas roti (ibu membeli roti). Roti itu harapan, sesuatu yang enak. Adik diparingi (adik diberi). "Itu lagu luar biasa kan" kata Slamet. (Susi Ivvaty)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan 2024, Paling Banyak karena Korsleting

144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan 2024, Paling Banyak karena Korsleting

Megapolitan
7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen

7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen

Megapolitan
Kawal Aksi di Sekitar Gedung MK, 2.713 Aparat Gabungan Dikerahkan

Kawal Aksi di Sekitar Gedung MK, 2.713 Aparat Gabungan Dikerahkan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Sudah Hilang sejak 9 April 2024

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Sudah Hilang sejak 9 April 2024

Megapolitan
Perempuan Menangis Histeris di Lokasi Kebakaran 'Saudara Frame', Mengaku Ibu dari Korban Tewas

Perempuan Menangis Histeris di Lokasi Kebakaran "Saudara Frame", Mengaku Ibu dari Korban Tewas

Megapolitan
Melonjak, Jumlah Pasien DBD di Jakbar Tembus 1.124 pada April 2024

Melonjak, Jumlah Pasien DBD di Jakbar Tembus 1.124 pada April 2024

Megapolitan
JPO Cilincing yang Hancur Ditabrak Kontainer Diperbaiki, Biaya Ditanggung Perusahaan Truk

JPO Cilincing yang Hancur Ditabrak Kontainer Diperbaiki, Biaya Ditanggung Perusahaan Truk

Megapolitan
Polisi Usut Penyebab Remaja di Cengkareng Gantung Diri

Polisi Usut Penyebab Remaja di Cengkareng Gantung Diri

Megapolitan
Dari 7 Jenazah Korban Kebakaran Mampang, 2 di Antaranya Anak Laki-laki

Dari 7 Jenazah Korban Kebakaran Mampang, 2 di Antaranya Anak Laki-laki

Megapolitan
Isak Tangis Iringi Pengantaran 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' ke RS Polri

Isak Tangis Iringi Pengantaran 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" ke RS Polri

Megapolitan
Kebakaran Toko Bingkai Saudara Frame Padam, Arus Lalin Jalan Mampang Prapatan Kembali Normal

Kebakaran Toko Bingkai Saudara Frame Padam, Arus Lalin Jalan Mampang Prapatan Kembali Normal

Megapolitan
Sebelum Toko 'Saudara Frame' Terbakar, Ada Percikan Api Saat Pemotongan Kayu

Sebelum Toko "Saudara Frame" Terbakar, Ada Percikan Api Saat Pemotongan Kayu

Megapolitan
Kondisi Karyawan Selamat dari Kebakaran Saudara Frame, Salah Satunya Luka Bakar Hampir di Sekujur Tubuh

Kondisi Karyawan Selamat dari Kebakaran Saudara Frame, Salah Satunya Luka Bakar Hampir di Sekujur Tubuh

Megapolitan
Polisi: Ada Luka di Dada dan Cekikan di Leher Jasad Perempuan di Pulau Pari

Polisi: Ada Luka di Dada dan Cekikan di Leher Jasad Perempuan di Pulau Pari

Megapolitan
144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan, Terbanyak di Jaktim

144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan, Terbanyak di Jaktim

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com