JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) Rawa Bebek, Ani Suryani, mengatakan, sempat ada perubahan kwh yang diperoleh penghuni rusun saat mereka membeli pulsa listrik dengan nominal yang sama.
Perubahan itu terjadi karena semula ada pajak yang dibebankan kepada penghuni saat mereka membeli pulsa listrik.
"Waktu awal-awal saya juga enggak tahu bahwa di dalam sistem listrik di Rawa Bebek itu ada sistem pajak. Jadi waktu awal-awal itu pajak dimasukkan ke dalam ID pelanggan," ujar Ani saat dihubungi Kompas.com, Jumat (10/6/2016).
Menurut Ani, penggunaan listrik 900 kwh seharusnya memang tidak dibebankan pajak. Namun, karena listrik di Rusun Rawa Bebek menggunakan sistem curah, ada pajak yang harus dibayarkan.
"Seharusnya 900 (kwh) itu kan tidak kena pajak tetapi sistem di Rawa Bebek itu menggunakan sistem curah. Di rusun ini PLN kan menjualnya kepada gardu induk, itu angkanya besar ribuan watt. Makanya ada pajak yang harus kami bayarkan," kata dia.
Pada awal warga mulai menempati rusun, pajak itu dibebankan kepada mereka. Sebab, Rusun Rawa Bebek mulanya diperuntukan bagi lajang dan pekerja, bukan untuk keluarga pra sejahtera.
"Saat kemarin sistemnya dibuat oleh Waskita (PT Waskita Karya) karena awalnya rusun ini dibuat untuk pekerja, bukan untuk MBR kan, sehingga sistemnya dibuat pajak itu dibebankan kepada pelanggan. Jadi, enggak disubsidi," tutur Ani.
Pajak yang dibebankan kepada penghuni itu sebesar 10 persen dari pembelian pulsa listrik. Oleh karena itu, jumlah kwh yang diperoleh jadi berkurang.
"Saya lihat, oh ternyata ada pajak ya, ternyata mengurangi. Misalnya dia beli Rp 50.000, nah 10 persen itu kan Rp 5.000, yang seharusnya itu untuk kwh kan jadi kesedot ke pajak yang harus dia bayar, jadi itu mengurangi kwh," ujarnya.
Ani menyebut, warga sempat mengeluhkan hal tersebut. Akhirnya pajak itu dipindahkan dan didanai oleh APBD.
"Kami diskusikanlah, akhirnya pajak ditanggung oleh APBD. Akhirnya bisa diubah pajaknya dibebankan kepada kami. Pemda yang menanggung beban pajaknya itu. Istilahnya disubsidi sama kami. Ini kan curah ya sistemnya," ujar dia.
Menurut Ani, hal itulah yang menyebabkan adanya perubahan jumlah kwh yang diperoleh warga saat membeli pulsa listrik. Namun, hal itu tidak berlangsung lama, hanya sekitar 10 hari sejak warga mulai menempati rusun.
Sebelumnya, warga eks Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara, yang kini menghuni Rusun Rawa Bebek, mengeluhkan pulsa listrik yang mahal di rusun.
Warga menyebut mulanya pulsa Rp 50.000 hanya mendapat 29,4 kwh. Namun, setelah warga protes, pulsa listrik sebesar Rp 50.000 itu kini mendapat Rp 36 kwh.