Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membangun Asa Anak-anak Jalanan lewat Pendidikan

Kompas.com - 22/06/2016, 15:13 WIB
Nursita Sari

Penulis

“Dua puluh ditambah lima, dua puluh di otak, lima di jari… dua puluh lima.”

Begitulah cara siswa-siswi Sekolah Alternatif Anak Jalanan (SAAJA) belajar berhitung. Tak hanya bersuara, mereka juga menggerakkan tangan untuk mempermudah berhitung.

Senin itu, 16 Mei 2016, seusai siswa-siswi kelas TK B belajar, sang guru mengetes kemampuan berhitung mereka. Siswa yang bisa menjawab dipersilakan pulang. Mereka berhitung dengan semangat agar menjadi yang tercepat.

Semangat itu tak hanya tampak di wajah siswa-siswi kelas TK B. Semangat yang sama juga menghiasi wajah polos siswa-siswi kelas TK A1 dan A2 di SAAJA.

SAAJA merupakan alternatif pendidikan bagi anak-anak dari keluarga pra-sejahtera yang dibangun oleh Yayasan Pemberdayaan Rakyat Miskin (PaRaM) pada 2002 di Taman Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) DKI Jakarta, di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.

“Yang memotivasi kami mengelola SAAJA dengan segala keterbatasannya adalah keinginan mendampingi pendidikan bagi keluarga pra-sejahtera dan anak-anak yang masih beraktivitas di jalanan. SAAJA masih diperlukan di tengah masyarakat metropolitan,” kata Pembina SAAJA, Agus Supriyanto.

SAAJA mempunyai tiga kelas. Kelas TK A1 setara dengan pendidikan anak usia dini (PAUD), TK A2 untuk anak-anak usia 5-6 tahun, dan TK B untuk anak-anak usia 6-7 tahun yang akan memasuki sekolah dasar (SD).

Setiap Senin sampai Jumat, pembelajaran berlangsung pada pukul 11.00-17.00. Mereka belajar bergantian di ruang kelas yang sama. Anak-anak belajar membaca dan berhitung. Mereka juga diajarkan Pancasila, lagu-lagu nasional, serta pendidikan dasar agama Islam.

Setiap Sabtu, mereka memiliki kegiatan ekstrakurikuler atau lingkungan.

“Dengan mengenalkan kegiatan menanam dan merawat lingkungan, diharapkan dapat membekali anak-anak untuk mencintai lingkungan,” ujar Agus.

Ruang kelas sederhana

Siswa-siswi SAAJA belajar di ruangan berukuran sekitar 6 meter x 10 meter yang dibangun dari bambu, kayu, dan dinding tripleks. Alas sekolah hanya diplester dan diberi karpet plastik yang mulai robek. Ruangan itu beratap terpal yang dilapisi daun rumbia.

SAAJA pernah ditawari untuk dibuatkan kelas permanen. Namun, pengelolanya menolak tawaran itu. Selain karena sekolah dibangun di Taman Badiklat, bangunan itu juga merupakan bentuk kritik sosial.

“Kami menyadari bahwa fungsi taman harus dijaga. Dan untuk tempat belajar SAAJA biar tetap seperti gubuk rakyat, gubuk belajar bagi warga, dan taman bermain bagi anak-anak. Ciri gubuk SAAJA adalah bentuk kritik sosial kepada kita semua bahwa di metropolitan masih perlu rumah sederhana untuk belajar warga. Tempat belajar tidak harus megah dan permanen, di mana pun bisa dilakukan pembelajaran,” kata Agus.

Seluruh kegiatan belajar mengajar di SAAJA ditunjang oleh donatur. Mereka memberi sumbangan berupa dana, perlengkapan belajar untuk siswa, program belajar, makanan, seragam sekolah, dan lainnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Megapolitan
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Botol dan Batu, Polisi: Tak Ada yang Terluka dan Ditangkap

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Botol dan Batu, Polisi: Tak Ada yang Terluka dan Ditangkap

Megapolitan
Cerita Tukang Ojek Sampan Pelabuhan Sunda Kelapa, Setia Menanti Penumpang di Tengah Sepinya Wisatawan

Cerita Tukang Ojek Sampan Pelabuhan Sunda Kelapa, Setia Menanti Penumpang di Tengah Sepinya Wisatawan

Megapolitan
Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Megapolitan
Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Megapolitan
Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Megapolitan
Aksi Pencurian Kotak Amal di Mushala Sunter Terekam CCTV

Aksi Pencurian Kotak Amal di Mushala Sunter Terekam CCTV

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Megapolitan
Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko 'Saudara Frame': Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko "Saudara Frame": Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Megapolitan
Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Megapolitan
Massa Aksi yang Menuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024 Bakar Ban Sebelum Bubarkan Diri

Massa Aksi yang Menuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024 Bakar Ban Sebelum Bubarkan Diri

Megapolitan
Massa Pendukung Prabowo-Gibran Juga Demo di Patung Kuda, tapi Beberapa Orang Tak Tahu Isi Tuntutan

Massa Pendukung Prabowo-Gibran Juga Demo di Patung Kuda, tapi Beberapa Orang Tak Tahu Isi Tuntutan

Megapolitan
DPC PDI-P: Banyak Kader yang Minder Maju Pilwalkot Bogor 2024

DPC PDI-P: Banyak Kader yang Minder Maju Pilwalkot Bogor 2024

Megapolitan
Salah Satu Korban Tewas Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' adalah ART Infal yang Bekerja hingga 20 April

Salah Satu Korban Tewas Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" adalah ART Infal yang Bekerja hingga 20 April

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com