JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) disarankan agar tak mengambil resiko mengusung Tri Rismaharini dalam Pilkada DKI Jakarta. Pasalnya, langkah itu berisiko pada kekecewaan warga Surabaya kehilangan sosok pemimpinnya.
"Jangan sampai PDI-P tidak menanggalkan ego dan langsung mengusung Bu Risma. Ini akan menyedihkan karena masyarakat Surabaya karena akan kehilangan sosok yang potensial," kata Peneliti Populi Center, Nona Evita di Jakarta Barat, Kamis (23/6/2016).
Risma merupakan sosok pemimpin potensial di Indonesia. Kepemimpinannya di Surabaya membuat banyak perubahan di Ibu Kota Provinsi Surabaya tersebut. Nona mengakui bahwa Jakarta merupakan barometer politik nasional. Namun alasan itu tak semata-mata langsung partai politik bertaruh besar di Jakarta.
"Jadi biar dia (Risma) memimpin daerahnya. Indonesia kan luas. Gagasan Jokowi Indonesia Hebat harus dipenuhi," ungkap Nona.
Bila PDI-P memaksa Risma maju, Nona pun melihat peluangnya kecil. Dalam survei top of mind dari Populi Center bulan Juni 2016, elektabilitas Risma hanya 1,8 persen. Jauh dibanding Ahok yang mendapat 51,2 persen. (Baca: Relawan Jokowi Siapkan Risma dan Djarot untuk Saingi Ahok)
Bahkan, bila dilakukan simulasi head to head antara Ahok dan Risma, kader PDI-P itu masih jauh. Ahok mendapatkan presentasi 59,2 persen, sedangkan Risma hanya mendapat 23,8 persen. Sisanya 13,2 persen masih ragu dan 3,8 persen tidak menjawab.
"Peluangnya (Risma) kemungkinan besar akan kalah," tegas Nona.
Survei dilakukan dengan wawancara tatap muka di 6 wilayah DKI dari 10 Juni 2016 - 15 Juni 2016. Besaran sampel 400 responden dan dipilih secara acak bertingkat. Margin of error kurang lebih 4,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. (Baca: PDI-P Akan Bahas Peluang Risma jadi Cagub DKI)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.