JAKARTA, KOMPAS.com - Mediasi yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta dengan Toeti Nozlar Soekarno atas konflik kepemilikan lahan di Cengkareng Barat, Jakarta Barat tak berjalan mulus.
Pihak Pemprov dan Toeti tak menemui kata sepakat soal gugatan yang dilayangkan Toeti ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Toeti menggungat Pemprov DKI atas klaim kepemilikan lahan Cengkareng Barat.
Pemprov DKI memasukkan lahan di Cengkareng Barat sebagai aset milik pemerintah. Menurut Toeti, dirinya yang memiliki lahan itu dengan bukti sertifikat hak milik (SHM) No 13069/Cengkareng, SHM No 13293/Cengkareng, dan SHM No 13430 dengan total luas lahan 46.913 meter persegi.
Untuk itu, dia meminta agar Pemprov menghapus lahan di Cengkareng Barat dari Kartu Inventaris Barang (KIB) Pemprov DKI. Namun, pihak Pemprov menolak permintaan itu dan lebih memilih untuk menempuh jalur hukum.
"Mediasi gagal, yang dia inginkan kan untuk melepaskan (lahan) dari KIB, dan itu enggak mungkin," ujar Kasubag Sengketa Hukum Biro Hukum Pemprov DKI, Johan kepada Kompas.com di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (25/7/2016).
Johan menyampaikan, dari awal, pihaknya telah siap jika mediasi gagal dan Pemprov harus bertarung dengan Toeti di meja hijau. Pemprov DKI masih menunggu panggilan sidang oleh PN Jakarta Pusat sembari menyiapkan seluruh dokumen yang diperlukan saat persidangan.
"Kami selalu siap, saat ini kami masih menunggu panggilan sidang dari pengadilan," ujar Johan.
Selain Pemprov DKI, kuasa hukum Toeti Soekarno, Arman, juga menyatakan keyakinannya untuk menghadapi Pemprov DKI di persidangan terkait sengketa lahan di Cengkareng Barat. Arman menyebut bahwa pihaknya sejak awal telah siap jika mediasi tersebut buntu.
"Ya jelaslah (siap maju di persidangan)," kata Arman.
Sidang mediasi antara Pemprov DKI dan Toeti Soekarno dimulai sejak akhir Mei lalu. Mediasi yang dilakukan Senin kemarin merupakan kali ketiga pihak Pemprov dan kuasa hukum Toeti bertemu.
Keluarga Toeti menggungat karena Pemprov DKI telah mengklaim bahwa tanah di Cengkareng Barat merupakan milik Pemprov dan telah mencatatkan lahan itu di Kartu Inventaris Barang (KIB) Pemprov DKI. Pihak Toeti mempertanyakan dasar Pemprov mencatatkan lahan itu sebagai aset milik pemerintah.
Dijelaskan juga bahwa Pemprov DKI sebenarnya hanya menyewa lahan itu selama 20 tahun, mulai dari 8 Maret 1965 hingga 8 Maret 1985 dengan ketentuan lahan yang disewakan untuk lahan pertanian, dan apabila habis masa sewanya harus dikembalikan kepada pemilik.
Pihak Toeti mengklaim telah membeli lahan itu dari pemilik sah, di antaranya Thio Tjoe Nio. Thio menjual kepada suami Toeti, Koen Soekarno, lahan seluas 51.190 meter persegi pada 16 September 1967.