JAKARTA, KOMPAS.com - Fakta baru soal kematian Wayan Mirna Salihin kembali terungkap pada persidangan Jessica Kumala Wongso, Rabu (3/8/2016). Fakta baru itu yakni bahwa jenazah Mirna tidak diotopsi oleh dokter forensik dari Rumah Sakit Sukanto Mabes Polri, dr Slamet Purnomo.
Otopsi merupakan pemeriksaan menyeluruh pada tubuh orang yang telah meninggal. Otopsi dilakukan untuk mengetahui penyebab dan bagaimana orang tersebut meninggal.
"Otopsi (Mirna) tidak dilakukan," kata Slamet dalam kesaksiannya di PN Jakarta Pusat, Rabu.
Slamet mengungkapkan, terdapat beberapa alasan mengapa Mirna tak diotopsi. Salah satunya permintaan dari penyidik polisi. Penyidik, kata Slamet, hanya meminta dilakukan pengambilan dari sampel lambung, empedu, hati dan urine.
Selain itu, jenazah Mirna juga sudah dalam kondisi diawetkan dan dirias. (Baca: Dokter Forensik Kesal, Sebut Pengacara Jessica Tak Mengerti Kerja Dokter)
Alasan lainnya adalah bahwa tak melulu setiap kasus kematian harus diotopsi. Dalam kasus kematian yang diduga terpapar racun, otopsi bukan satu-satunya acuan membuktikan adanya racun tersebut.
"Satu-satunya jalan adalah mengambil lambung tersebut. Bisa tunjukkan ada enggak racun tadi dalam lambung korban," tegas Slamet.
Sampel lambung itu nanti akan dibuktikan oleh Laboratorium Toksikologi. Ada atau tidaknya racun pun akan terkuak dari hasil laboratorium.
Mirna meninggal setelah meminum kopi Vietnam yang dipesan oleh Jessica Kumala Wongso di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Rabu (6/1/2016). Jessica menjadi terdakwa kasus tersebut. JPU memberikan dakwaan tunggal terhadap Jessica yakni Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana. (Baca: Cara Ahli Forensik Simpulkan Kematian Mirna karena Racun Sianida)