JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam rapat pertama pembentukan desk Pilkada DKI 2017 oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Kepala Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta Sumarno mengatakan persoalan daftar pemilih tetap (DPT) masih menjadi perhatian. Sumarno menanyakan nasib warga yang terdampak penertiban.
"Mereka yang sekarang di rusun relokasi punya kontribusi menambah persoalan. Mungkin data mereka masih di tempat lama padahal secara faktual sudah berada di tempat baru," ujar Sumarno di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jumat (5/8/2016).
Sumarno mengatakan, warga terdampak penertiban yang saat ini tinggal di rusun harus terdaftar di rusun tersebut. Jangan sampai, mereka malah terdaftar di tempat tinggal lama mereka.
Masalah kedua yang masih berkaitan dengan DPT adalah soal pendataan warga yang tinggal di apartemen. Sumarno mengatakan, petugas KPU DKI mengalami kesulitan untuk mendata mereka karena tidak diberi akses masuk. Selain itu, kebanyakan dari apartemen tersebut juga belum memiliki RT dan RW.
"Nah biasanya pas pemungutan suara mereka baru pada turun dan menuntut diberi hak pilih," ujar Sumarno.
Sumarno mengatakan, sebenarnya KPU DKI bisa saja memberi hak pilih selama mereka memiliki e-KTP DKI Jakarta. Namun, hal yang jadi persoalan adalah logistik yang terbatas. Sebab, logistik pemilu biasanya disesuaikan dengan jumlah DPT.
Proaktif dekati warga
Terkait hal ini, Wakil Gubernur DKI Jakarta DJarot Saiful Hidayat meminta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk proaktif mendatangi warga rusun.
"Misalnya eks warga Kalijodo sekarang tinggal di rusun mana, nah Dukcapil harus aktif mendatangi mereka. Jangan menunggu mereka yang datang," ujar Djarot.
Untuk warga yang tinggal di apartemen, Djarot menginstruksikan kepada Disdukcapil, KPU DKI dan Bawaslu DKI untuk langsung melakukan penyisiran di apartemen.
Selain melakukan pendataan warga, Disdukcapil bisa sekaligus melakukan operasi bina kependudukan. Djarot pun tidak ingin ada apartemen yang eksklusif dan tertutup.
"Supaya nanti data kita akurat. Jangan sampai pas mau kita data, mereka enggak bolehin kita masuk. Kemudian pas mereka enggak masuk DPT malah marah-marah," ujar Djarot.