JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli digital forensik, Christopher Hariman Rianto, mengungkapkan, dalam dunia digital dan eletronik, barang bukti yang asli tidak dianalisis. Sebabnya, barang bukti tersebut harus tetap dijaga. Hal itu berbeda dengan teknik otopsi yang dilakukan dengan membedah tubuh korban.
"Jadi, kalau otopsi kan diubek-ubek, tapi kalau buat elektronik itu kita harus jaga barang bukti aslinya. Makanya kita copy dan analisa copy-nya, jangan yang aslinya," ujar Christopher, seusai persidangan kasus kematian Wayan Mirna Salihin, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (10/8/2016) malam.
copy barang bukti pun tidak dilakukan seperti pada umumnya. Christopher menyebut file barang bukti disalin dengan cara forensic imaging.
"Dalam istilah kami tidak ada kloningan, tapi forensic imaging. Jadi, saya dapat USB, kemudian saya lakukan forensic imaging," kata dia.
Christopher pun menjelaskan perbedaan antara kloning dan forensic imaging. Dalam kloning, salinan dilakukan dengan meng-copy satu file utuh. Sementara dalam forensic imaging, file tersebut juga disalin dengan melakukan bit strip by imaging.
Meskipun Christopher hanya menganalisis salinan barang bukti CCTV hasil forensic imaging, dia memastikan salinan tersebut identik dengan aslinya. Kepastian itu didapat setelah melakukan empat metodologi, yakni hash verification, metadata dan frame analysis, histogram analysis, dan error level analysis.
Hash analysis digunakan untuk memverifikasi kesesuaian file yang asli dengan file yang dianalisis. Metadata analysis digunakan untuk menganalisis jumlah frame dalam video dengan durasi video tersebut. Christopher menyebut jumlah frame dan durasi video yang dianalisisnya identik.
Kemudian, histogram analysis digunakan untuk melihat sedikit banyaknya aktivitas yang terekam dalam frame. Semakin tinggi gelombang pada histogram, maka semakin banyak aktivitas yang terekam.
Sementara error analysis data, Christopher menggunakannya untuk melihat keaslian barang bukti, telah diedit atau belum. Dia mengatakan, berdasarkan hasil dari empat metodologi tersebut, dia menyimpulkan rekaman tersebut tidak diedit ataupun disisipi gambar lain.
"Kita kan sudah ada empat metode yang saya lakukan, jadi tidak ada (hasil edit)," ucap Christopher.
Sebelumnya, di dalam persidangan, kuasa hukum Jessica Kumala Wongso, mengatakan, tidak mempercayai rekaman CCTV yang dianalisis Christopher karena rekaman tersebut bukan yang asli yang disita penyidik. Kuasa hukum Jessica juga menyebut adanya kemungkinan gambar yang direkayasa.