JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP PDI Perjuangan Andreas Hugo Pereira menilai Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tidak memiliki loyalitas politik. Ia menganggap Ahok sebagai politisi yang hanya memanfaatkan partai politik.
"Ahok sebenarnya memang tidak membutuhkan partai-partai politik dan konstituen-konstituen parpol. Ahok lebih melihat parpol hanya sebagai kuda tunggangan untuk mencapai tujuan, untuk berkuasa di DKI," ujar Andreas, melalui pernyataan tertulis, Sabtu (20/8/2016) malam.
Menurut Andreas, gaya politik Ahok sangat pragmatis. Ahok ia anggap bisa menggunakan cara apapun untuk mencapai kekuasaan.
"Entah itu 'Teman Ahok', entah itu parpol atau apapun alat yang digunakan. Yang penting adalah dia berkuasa," ucap Andreas.
Namun, setelah berhasil mengantarkannya mencapai kekuasaan, Andreas menyebut Ahok akan mencampakkan "alat" tersebut. Andreas lalu membeberkan bahwa Ahok pernah berpindah-pindah dari satu parpol ke parpol lainnya.
Ahok, kata Andreas, memulai karier di dunia politik melalui Partai Indonesia Baru untuk mengantarkannya menjadi Bupati Belitung Timur.
Setelah itu, Ahok pindah ke Partai Golkar dan menjadi anggota DPR RI. Kemudian, Ahok menjadi kader Partai Gerindra untuk mengikuti Pilkada DKI 2012, mendampingi Joko Widodo.
"Ketika terpilih menjadi wagub, dengan mudahnya Ahok meninggalkan Gerindra," ucap Andreas.
Terakhir, Andreas menyebut Ahok membentuk "Teman Ahok" sebagai tim suksesnya untuk maju pada Pilkada DKI 2017 melalui jalur perseorangan. Namun, saat pengumpulan KTP mencapai 1 juta dukungan, Ahok memilih maju melalui jalur parpol.
"Belum sempat bereksperimen dengan jalur perseorangan, Ahok sudak loncat lagi mencari dukungan dari parpol. Bahkan dari parpol yang pernah dengan mudah ditinggalkan pada 2012," tutur Andreas.
Andreas menganggap Ahok kini tengah mendekati PDI-P untuk mendapatkan dukungan pada Pilkada DKI 2017. Ia menilai Ahok memiliki rekam jejak buruk dalam dunia politik dn berharap semua parpol yang sudah menyatakan dukungannya untuk berpikir ulang supaya tidak menjadi korban pragmatisme Ahok.
"Pola yang dipakai Ahok mengadu domba, memecah belah antara kader dengan kader, bahkan Ahok dengan licik mencoba mengadu domba antara Djarot dengan partainya PDI-P, berlindung dibalik ceritanya tentang dukungan dari Ketum PDI-P (Megawati Soekarnoputri)," ungkap Andreas.