JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berkelakar akan meminta Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menjadi pengacaranya untuk uji materi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK).
Hanya saja, ia memilih untuk tak menggunakan jasa pengacara ketika mengajukan permohonan uji materi terkait cuti kampanye bagi calon petahana tersebut.
"Kan namanya BTP, Beracara Tanpa Pengacara. Apa aku minta bang Yusril aja jadi pengacara saya? Ha-ha-ha," kata pria yang akrab disapa Ahok tersebut, di Kementerian Kehutanan dan LH, Jakarta Pusat, Minggu (28/8/2016).
BTP merupakan istilah yang digunakan Hakim Agung I Gede Dewa Palguna saat melihat Ahok sendirian ketika sidang perdana permohonan uji materi ke MK, Senin pekan lalu. Ahok mengatakan dirinya telah menyelesaikan perbaikan dokumen yang diminta oleh MK.
"Sudah direvisi, sudah dimasukkan lagi kemarin Jumat. Saya tinggal tunggu surat panggilan lagi dari MK," kata Ahok.
Meski demikian, ia tak menjelaskan detil klausul mana saja yang direvisi.
"Ya semuanya sesuai dengan yang diajarin hakim itu supaya dielaborasikan," kata Ahok. (Baca: Ahok di MK, Hakim Sebut BTP Artinya "Beracara Tanpa Pengacara")
Sebelumnya, majelis hakim MK meminta Ahok memperbaiki gugatannya terhadap Pasal 70 (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 terkait cuti kampanye bagi petahana, agar dapat dilanjutkan ke materi permohonan. Ahok mengajukan uji materi pasal 70 (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Dia meminta cuti bagi calon petahana dilaksanakan saat akan berkampanye saja. Sedangkan menurut aturan tersebut, petahana wajib cuti selama masa kampanye atau sekitar empat bulan. Mulai dari 28/10/2016-11/2/2017.
Yusril dan Ketua DPP Gerindra bidang Advokasi Habiburokhman juga menyatakan akan melawan Ahok di sidang MK. Mereka mengajukan diri sebagai "pihak terkait" dalam uji materi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada di MK.