JAKARTA, KOMPAS.com — Meski polisi telah menahan pelaku penyekapan di Pondok Indah, pengungkapan motif serta tindak pidana penyekapan tersebut belum diketahui. Hingga Senin (5/9/2016) malam, pelaku AJS masih diperiksa polisi selama empat jam.
Tim kuasa hukum tersangka AJS dan SU yang terdiri atas 13 pengacara membantah keterangan polisi bahwa peristiwa di rumah Asep Sulaiman di Jalan Bukit Hijau IX Nomor 17, Pondok Indah, Jakarta Selatan, pada Sabtu (3/9/2016) pagi, adalah murni perampokan.
Pengacara pelaku penyanderaan mengakui bahwa memang ada tindak pidana terkait senjata api dan amunisi yang dimiliki AJS. Senjata api disebut didapatkan dari oknum polisi dan TNI AL.
Soal penyekapan, pengacara menyebut AJS sebenarnya memiliki motif baik ingin menyelesaikan masalah dengan Asep setahun terakhir. Namun, pengacara menolak membeberkan masalah yang melibatkan pelaku dengan Asep.
"Jadi motifnya untuk kebaikan mendamaikan orang. Input-nya bukan hanya ke kami, kepada korban perlu ditanya pertemuan apa sih sebelumnya antara klien kami dan korban. Jadi, kami minta kejujuran pihak korban," kata pengacara Apolos Jarabonga, di Mapolda Metro Jaya, Senin malam.
Tim kuasa hukum AJS dan SU juga membantah keterangan Asep yang mengaku tidak kenal dengan kedua pelaku. Pengacara justru menyebut keduanya bersahabat, dan membenarkan pernah bekerja di tempat yang sama, yaitu PT Exxon Mobil. AJS sempat menjadi pengawal Asep yang merupakan vice president.
Lalu, siapakah sosok AJS sebenarnya?
Pengacara mengatakan bahwa pada kurun waktu 2010 hingga 2016, AJS berprofesi sebagai tenaga keamanan outsourcing di PT Exxon. Ia juga disebut memiliki bisnis jual beli mobil.
AJS keluar dari Exxon untuk meniti karier di dunia advokasi dan baru mau mengikuti ujian menjadi pengacara. Pengacara membocorkan bahwa AJS kini tengah menangani sebuah kasus yang dapat membahayakan keamanannya, tetapi enggan menyebut keterkaitannya dengan penyanderaan di rumah Asep.
Pentingnya mendalami latar belakang
Kriminolog Universitas Indonesia, Yogo Tri Hendiarto, menyebut kasus penyanderaan di Pondok Indah ini sangat unik. Perampokan biasanya memiliki pola adanya tindak kekerasan, dan ketiadaan hubungan antara pelaku dan korban.
"Perampokan biasanya dilakukan oleh stranger, tidak saling kenal," kata Yogo, saat dihubungi.
Jika disebut perampokan, maka AJS dan rekannya tidak merencanakan secara matang sebab aksinya digagalkan oleh masyarakat dan polisi. Padahal, AJS mengaku telah merencanakan aksinya bersama empat orang lainnya selama sebulan terakhir.
Malam hari sebelum eksekusi, AJS mengumpulkan mereka terlebih dahulu di sebuah hotel di bilangan Jakarta Selatan. AJS diketahui melompat pagar rumah Asep pagi hari sekitar subuh, dan sempat meminta dibikinkan mi oleh pembantu rumah tangga, yang kemudian kabur pada pukul 10.30.
"Yang dilakukan selama itu adalah negosiasi, keduanya negosiasi, ada yang diminta," kata Yogo.
Yogo menyebut, yang penting dilakukan oleh para penyidik saat ini adalah mengungkap motif untuk dapat menjelaskan apa yang terjadi pada Sabtu pagi itu. Untuk mengungkap motif, hal yang perlu dilakukan adalah mendalami latar belakang dan interaksi antara pelaku dan korban.
"Harus diketahui, masalah apa yang mendahului penyekapan itu," kata Yogo.