JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli toksikologi kimia yang didatangkan pihak Jessica Kumala Wongso, Dr. rer. nat (Doktor Ilmu Sains) Budiawan, menjelaskan proses sianida bereaksi ketika terpapar hingga masuk ke dalam tubuh.
Layaknya bahan kimia pada umumnya, sianida memiliki sifat yang dapat ditelusuri dan memiliki karakteristiknya masing-masing.
"Penelusuran bahan kimia pertama-tama harus melihat dari mana sumber paparannya. Apakah makanan, minuman, udara, atau air. Kemudian, bagaimana cara bahan kimia terpapar, apakah dengan cara terhirup, melalui mulut, atau kontak kulit," kata Budiawan di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (14/9/2016).
"Kita bicara bahan kimia sebelum sampai ke organ. Kalau sudah sampai ke organ, akan terjadi reaksi kimia. Reaksi atau efeknya ke tubuh tergantung seberapa besar dosis bahan kimia tersebut," kata Budiawan.
Soal bahan kimia sianida, Budiawan memastikan, jejak yang tertinggal di dalam tubuh sebagai bentuk reaksi kimia adalah tiosianat. Jika tidak ada tiosianat, maka dipastikan tidak ada sianida yang masuk ke dalam tubuh.
"Itu sudah sifat pastinya sianida, yaitu ada tiosianat. Makanya kenapa, kalau bicara terpapar bahan kimia, misalnya keracunan bensin, belum tentu ditemukan bensin di dalam tubuh orang tersebut. Akan ditemukan zat lain sebagai hasil dari metabolisme atau proses detoksifikasi," ujar Budiawan.
Dari hasil tersebut, didapati ada 0,2 miligram per liter sianida di sampel lambung Mirna. Sedangkan di organ tubuh lain, seperti cairan lambung, empedu dan hati, serta urine, dinyatakan negatif sianida.
"Menurut ahli, apakah memang sianida yang menyebabkan kematian korban?" tanya Otto.
"Saya meragukan hal tersebut, karena kalau memang ada, pasti jumlah sianida atau tiosianat di dalam tubuh itu ada banyak."
"Saya juga bertanya-tanya kenapa langsung menuju ke sianida, karena di empedu, hati, dan urine itu negatif. Saya, kalau mau menyimpulkan dari data itu, tidak akan langsung bilang matinya karena sianida," jawab Budiawan.