JAKARTA, KOMPAS.com — Tiga hakim yang menangani perkara kematian Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso dilaporkan ke Komisi Yudisial oleh Aliansi Advokat Muda Indonesia, Senin (19/9/2016).
Tiga hakim tersebut adalah Kisworo yang menjadi ketua majelis hakim serta Binsar Gultom dan Partaho Hutapea yang merupakan hakim anggota.
(Baca juga: Parameter untuk Mengukur Kelaziman Perilaku Jessica Dipertanyakan)
Ketua AAMI, Rizky Sianipar, mengatakan bahwa tiga hakim yang menangani perkara kematian Mirna ini diduga melakukan pelanggaran kode etik.
Menurut Rizky, berdasarkan Pasal 5 ayat 2 huruf a Kode Etik Hakim, seorang hakim harus menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah dalam menjalankan tugasnya.
Namun, kata dia, salah satu hakim, Binsar Gultom, menunjukkan sikap berlawanan.
Sebab, hakim tersebut membandingkan kasus pembunuhan di Jasinga yang ditanganinya dengan perkara kematian Mirna.
Dalam membandingkan dua kasus itu, Binsar mengatakan bahwa ia bisa memutuskan hukuman seumur hidup kepada terpidana, Anwar, meskipun tidak ada saksi yang melihat peristiwa pembunuhannya.
"Kami dari AAMI mengecam perilaku hakim seperti itu," kata Rizky di Komisi Yudisial, Jakarta Pusat, Senin.
(Baca juga: Saksi Ahli dari Pihak Jessica: Hasil Pemeriksaan Psikologis Jessica Kontradiktif)
Selain itu, tiga hakim ini dilaporkan karena diduga melanggar beberapa pasal lainnya dalam Kode Etik Hakim, yakni Pasal 5 ayat 2 huruf d mengenai keberpihakan serta Pasal 5 ayat 2 huruf e mengenai pemberian keadilan ke semua pihak.
Tiga hakim itu juga dinilai melanggar Pasal 5 ayat 2 huruf f mengenai pemberian kesempatan sama kepada semua pihak, juga Pasal 5 ayat 3 huruf c larangan untuk bersikap berprasangka, memihak, mengancam, dan menyudutkan.
Mereka juga dinilai melanggar Pasal 5 ayat 3 huruf f mengenai larangan memberikan pendapat substansi perkara atau perkara lain, Pasal 5 ayat 3 huruf g mengenai larangan memberikan kritik secara terbuka, Pasal 7 ayat 1 mengenai sikap bijaksana hakim, serta Pasal 7 ayat 3 huruf g mengenai larangan pemberian komentar, pendapat, dan pembenaran secara terbuka.
Selain itu, mereka dilaporkan atas dugaan melanggar KUHAP, yakni Pasal 158 KUHAP mengenai larangan menunjukkan sikap atau pernyataan mengenai salah atau tidaknya terdakwa dan pasal dan Pasal 166 KUHAP mengenai larangan memberikan pertanyaan menjerat kepada terdakwa atau saksi.
Rizky menambahkan, Komisi Yudisial telah menerima laporan yang disampaikannya. Pihak KY berjanji akan mengusut laporan tersebut.