JAKARTA, KOMPAS.com - Kendala komunikasi bagi para penyandang tunarungu membuat para aktivis giat membuka akses belajar bagi kalangan tersebut.
Neli, salah satu pegiat Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu (Gerkatin) pun mengakui hal itu, saat ditemui di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat, Minggu (25/9/2016).
Setiap Minggu, saat kegiatan car free day (CFD), Gerkatin selalu membuka kelas dasar bahasa isyarat bagi penyandang tunarungu maupun masyarakat umum yang ingin belajar.
Neli menjelaskan, saat ini masih banyak keluarga dari penyandang tunarungu yang belum mengetahui pentingnya bahasa isyarat sebagai sarana komunikasi.
"Semuanya boleh belajar di sini," ujar Neli.
Neli mengatakan, dengan banyaknya masyarakat umum dan penyandang tunarungu yang memahami bahasa isyarat, komunikasi di lingkungan keduanya akan semakin baik.
Salah satu yang ingin diciptakan dari komunikasi dua arah itu yakni para tunarungu bisa mendapatkan kesetaraan di lingkungan masyarakat.
Kesetaraan itu antara lain soal aksebilitas bahasa dan kesempatan bekerja.
Salah satu penderita tunarungu yang saat ini menjadi aktivis adalah Panji Surya.
Lelaki ini mengaku ingin melihat adanya kesetaraan bagi kalangan penderita tunarungu.
Panji adalah anak dari artis peran Dewi Yull dan Ray Sahettapy. Dia sejak 2014 telah menjadi anggota Gerkatin.
Menurut Panji, masih banyak penderita tunarungu yang dengan sengaja tidak diberikan akses untuk mempelajari bahasa isyarat.
"Banyak anak-anak dilarang dan mengatakan tidak boleh untuk belajar bahasa isyarat. Padahal tidak lama untuk mempelajarinya," ujar Panji.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.