JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow menjelaskan, ketidakpercayaan masyarakat terhadap kader partai politik (parpol) menjadi salah satu alasan parpol mengusung calon non partai menjadi bakal calon gubernur pada Pilkada DKI 2017.
Jeirry menjelaskan, warga Ibu Kota khususnya sering disuguhi dengan perangai politisi yang terkesan "mencla-mencle" yang dinilai masyarakat sebagai bentuk ketidakkonsistenan kader serta parpolnya.
Menurut Jeirry, kalaupun masyarakat pernah memilih parpol, hal itu karena bentuk keterpaksaan.
"Saya sudah membaca kalau orang DKI ini sudah resisten terhadap orang partai, sudah tidak suka. Orang-orang partai di DKI enggak laku, nggak dipercaya lagi," ujar Jeirry saat diskusi publik di Jakarta Pusat, Minggu (25/9/2016).
(Baca: Tiga Cagub DKI Jakarta Non-Kader, Parpol Dilanda Krisis)
Pada Pilkada DKI 2017, figur bakal calon gubernur seperti Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Anies Baswedan, dan Agus Harimurti Yudhoyono bukanlah kader parpol. Adapun, Ahok pernah menjadi kader Partai Gerindra. Namun, Ahok keluar dari Gerindra karena merasa tak sepaham.
Dipilihnya figur non partai, kata Jeirry, juga bentuk strategi parpol untuk mendulang suara. Figur seperti Ahok dan Anies dinilai telah dikenal oleh masyarakat serta memiliki pengalaman yang cukup untuk memimpin Ibu Kota.
(Baca: SBY Dinilai Ingin Kaderisasi Agus Harimurti Yudhoyono ke Dunia Politik)
"Memajukan orang partai tidak strategis untuk partai, bisa jadi bunuh diri karena semacam mengantarakan diri sendiri ke kekalahan. Jadi kan semua ingin menang, jadi pilihannya harus orang yang profesional," ujar Jeirry.
Tiga pasangan bakal calon gubernur-wakil gubernur akan bertarung pada Pilkada DKI 2017. Pasangan tersebut ialah Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, dan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni.