JAKARTA, KOMPAS.com - Provinsi DKI Jakarta dikhawatirkan kembali mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasil tersebut terjadi dalam tiga tahun terakhir, tepatnya pada 2013, 2014, dan 2015.
Kekhawatiran itu disampaikan sejumlah fraksi di DPRD DKI dalam rapat paripurna pandangan umum fraksi-fraksi terhadap rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2016, di Gedung DPRD DKI, Rabu (5/10/2016).
Ada sejumlah alasan fraksi-fraksi di DPRD DKI mengkhawatirkan opini WDP dari BPK. Fraksi PDI Perjuangan mempertanyakan Pergub Nomor 138 Tahun 2016 yang diterbitkan pada 29 Juni 2016 yang berlaku surut per 1 Januari 2016.
PDI-P mempertanyakan Pasal 1 Pergub tersebut yang berbeda dengan Pasal 1 Pergub Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penjabaran APBD Penetapan atau Perda Nomor 3 Tahun 2016.
Dalam pandangan yang dibacakan anggotanya, Pantas Nainggolan, Fraksi PDI-P menyebut adanya pergeseran atau pengurangan dan penambahan pada Pendapatan Daerah yang bertambah Rp 79,105 miliar dari APBD Penetapan Tahun 2015 Rp 59,004 miliar; Belanja Daerah bertambah Rp 577,191 miliar dari Penetapan Belanja Langsung Rp 34,382 miliar; serta Belanja Daerah berkurang Rp 498.085 miliar dari Belanja Tidak Langsung Rp 25.562 miliar.
"Apakah akibat dari perubahan atau pergeseran tersebut tidak menjadi temuan yang dapat membuahkan opini WDP setelah Laporan Pertanggung Jawaban Tahun 2016 diaudit oleh BPK?"
"Fraksi PDI-P sangat berharap agar hasil audit BPK terhadap LKPJ Gubernur Tahun Anggaran 2016 membuahkan opini WTP mengingat legislatif daerah adalah bagian dari penyelenggara pemerintah daerah walaupun berbeda fungsi," kata Pantas.
Fraksi Gerindra meminta Pemrov DKI untuk lebih mematangkan perencanaan, kajian, dan strategi yang baik dalam RAPBD, seperti prioritas terhadap pembangunan ekonomi, dan perbaikan infrastruktur yang tersinkronisasi dengan kebijakan nasional.
"Kami meyakini pihak eksekutif tidak menginginkan predikat WDP atau tidak mampu mengelola penyerapan anggaran yang sudah disepakati," kata anggota Fraksi Gerindra, Aristo Purboadji saat membacakan pandangan fraksinya.
Dalam urutan opini BPK terhadap laporan keuangan pemerintah daerah, WDP berada pada urutan kedua. Urutan pertama adalah Wajar Tanpa Pengecualian.
Jenis opini yang ada pada urutan ketiga adalah Tidak Wajar, sedangkan jenis opini yang paling buruk adalah Tidak Menyatakan Pendapat alias disclaimer.