JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum terdakwa Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan, mengatakan pihaknya telah berkonsultasi dengan beberapa ahli dari luar negeri untuk menyusun pleidoi atau nota pembelaan dalam kasus kematian Wayan Mirna Salihin.
"Saya ketemu dengan ahli patologi yang ada di Singapura dan saya kontak beberapa ahli di Australia dan di London juga," ujar Otto, sebelum persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (12/10/2016).
Tak hanya konsultasi dengan para ahli dari luar negeri, Otto juga menyebut membaca referensi dari buku-buku dan internet. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui kekuatan argumen yang disusun tim kuasa hukum Jessica dalam pleidoi mereka.
"Saya ingin mengetahui seberapa kuat argumen yang saya bangun. Saya tidak ingin argumen saya yang ingin membela Jessica nanti dipikir orang dibuat-buat lagi," ucap Otto.
(Baca: Kuasa Hukum Jessica Siapkan Pleidoi Setebal 3.000 Halaman)
Dari hasil konsultasi dan membaca referensi, Otto menuturkan, orang yang mati bukan karena penyakit harus diotopsi untuk mengetahui penyebab kematiannya.
"Ternyata seluruh dunia sama. Jadi, karena otopsi tidak dilakukan sebenarnya tidak bisa ditentukan kematian. Jadi, tidak bisa ditunjukkan sebabnya berarti tidak bisa dipastikan (penyebab) kematian, berarti no case," ujar Otto.
Pleidoi yang disusun tim kuasa hukum Jessica mencapai 3.000 halaman. Pleidoi tersebut disusun untuk menanggapi surat tuntutan dari jaksa penuntut umum yang tebalnya 287 halaman.
Dalam surat tuntutan tersebut, jaksa menuntut Jessica dihukum 20 tahun penjara. Mereka menilai Jessica telah melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Selain pleidoi dari tim kuasa hukum, Jessica juga menyusun pleidoi untuk dirinya sendiri.
Dalam kasus ini, Mirna meninggal seusai meminum es kopi vietnam yang dipesan Jessica di Kafe Olivier, Grand Indonesia, pada 6 Januari 2016. Berdasarkan hasil pe)meriksaan pihak Puslabfor Polri, Mirna dinyatakan meninggal karena keracunan sianida.