JAKARTA, KOMPAS.com - Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Mochamad Iriawan menyebut praktik pungutan liar (pungli) di Kementerian Perhubungan sudah lama terjadi. Oleh karena itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan dugaan pungli kepada polisi agar dilakukan operasi tangkap tangan.
Menurut Iriawan, hal itu dilakukan guna memberantas pungli yang telah mengakar di Kemenhub.
"Ini bukan rahasia umum, jadi Pak Menteri (Budi Karya) sendiri sudah angkat tangan, ini sudah lama dilakukan oleh direktorat tersebut sehingga kami melakukan penyelidikan satu minggu," ujar Iriawan di Mapolda Metro Jaya, Rabu (12/10/2016).
(Baca: OTT Kemenhub, Polisi Temukan Uang Rp 130 Juta dan Rekening Sebanyak Rp 1 Miliar)
Iriawan tak dapat memastikan sejak kapan praktik pungli di Kemenhub berlangsung. Bahkan, Budi Karya selaku Menteri Perhubungan sudah melakukan peneguran, tetapi praktik pungli masih saja terjadi.
"Menteri tersebut akhirnya melaporkan kepada kita, kita lakukan penyelidikan, kebetulan juga Presiden memerintahkan ini (pemberantasan pungli)," ucapnya.
Mantan Kadiv Propam Mabes Polri itu menjelaskan, Kemenhub sudah memberlakukan sistem online dalam semua proses pengurusan perizinan. Namun, masih ada saja oknum yang melakukan pungli dalam pengurusan perizinan tersebut.
"Ini sebetulnya mereka tinggal ngambil saja, tapi karena lama dan dipersulit, sehingga mereka harus keluar duit," ucap Iriawan.
(Baca: Tangkap Tangan di Kemenhub dan Fenomena Praktik Pungli)
Polisi melakukan operasi tangkap tangan di Kantor Kementerian Perhubungan pada Selasa (11/10/2016) sore. Saat ini polisi telah menetapkan tiga PNS Kemenhub sebagai tersangka. Mereka adalah, Endang Sudarmono, Meizy dan Abdu Rasyid. Dari tangan mereka polisi menyita barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp 130 juta dan uang sebesar Rp 1 miliar yang terbagi dalam beberapa rekening tabungan.
Ketiganya disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 5 ayat (2), dan atau Pasal 11, dan atau Pasal 12 huruf a dan b, dan atau Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman paling rendah tiga tahun penjara.