JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mewacanakan dimulainya gerakan basmi tikus, yakni sebuah gerakan yang mengajak masyarakat untuk bersama-sama memburu dan membasmi tikus-tikus got yang ada di permukiman penduduk. Dalam gerakan ini warga diminta untuk memburu tikus-tikus got yang ada di lingkungan tempat tinggalnya.
Tikus yang ditangkap kemudian dikumpulkan di kantor kelurahan dan dihargai Rp 20.000 per ekor. Bangkai-bangkai tikus yang terkumpul nantinya akan diolah menjadi pupuk.
"Pada intinya ini kan untuk kebersihan, supaya tidak ada penyakit yang disebabkan tikus. Bisa karena dari kencingnya atau yang lain," kata Djarot di Balai Kota, Rabu (19/10/2016).
Djarot menyatakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah menyiapkan anggaran untuk perburuan tikus. Besarannya mencapai Rp 80 Juta. Djarot menyebut anggaran tersebut berasal dari anggaran untuk kegiatan pembasmian hama.
Selain akan menggunakan anggaran pembasmian hama, Djarot menyebut anggaran untuk kegiatan untuk perburuan tikus juga akan diambil dari anggaran pengadaan pupuk organik. Penyebabnya karena bangkai tikus bisa dimanfaatkan untuk pupuk organik.
Dalam perburuan tikus, warga dilarang menggunakan racun tikus. Adanya larangan disebabkan kekhawatiran akan salah sasaran.
"Racun tikus berbahaya. Kalau yang makan kucing gimana? Terus kalau dia tidak langsung mati terus lari ke mana-mana," ujar Djarot.
Selain racun, alat lain yang dilarang adalah senapan, baik api maupun angin. Djarot menyarankan agar perburuan tikus got dilakukan secara bersama-sama dalam sebuah kegiatan kerja bakti atau dengan penggunaan perangkap.
"Kalau senapan enggak boleh. Nanti nembak-nembak enggak kena tikusnya, kena orang lain," kata mantan Wali Kota Blitar ini.
Data Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyebutkan penyakit yang disebabkan oleh tikus dan paling menonjol dialami warga Jakarta adalah leptospirosis atau penyakit kencing tikus. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian apabila tidak segera ditangani dengan cepat dan tepat.
"Yang terberatnya adalah gagal ginjal, bisa meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan yang tepat," kata Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Widiastuti.
Widiastuti menuturkan, leptospirosis banyak dialami warga karena Jakarta merupakan daerah banjir. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri leptospira yang terdapat di dalam air kencing tikus dan ditularkan melalui kontak langsung ataupun makanan dan minuman.
"Namanya bakteri leptospira. Ada makanan atau minuman yang terkontaminasi kencing itu atau kontak kulit terbuka," kata dia. (Baca: Selama 2016, Hanya 40 Penyakit Akibat Tikus yang Ditemukan di Jakarta)
Widiastuti menjelaskan, gejala terkena leptospirosis antara lain demam, mudah nyeri, dan sakit kepala. Gejala lainnya yang khas ditimbulkan yakni nyeri di betis yang sangat menonjol. Pada periode Januari-Oktober 2016 ini, kata Widiastuti, sudah ada 40 kasus warga yang menderita leptospirosis. Sementara pada 2015 ada 25 kasus dan 2014 ada 96 kasus.
"Ini adalah kasus yang dirawat di rumah sakit. Kasus ini (dihitung) berdasarkan diagnosis pada saat ditegakkan di awal (pemeriksaan)," ucap Widiastuti.