JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang Dewan Pengupahan DKI Jakarta yang berlangsung pada Rabu (19/10/2016) kemarin, berakhir deadlock.
Dewan Pengupahan yang terdiri dari unsur pemerintah, pengusaha, dan buruh belum menemui besaran nilai upah minimun provinsi (UMP) tahun 2017 untuk direkomendasikan kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
"Iya rencananya dilanjutkan lagi hari Selasa, minggu depan," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta, Priyono, kepada wartawan, di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (20/10/2016).
Priyono menganggap deadlock-nya rapat Dewan Pengupahan merupakan suatu hal yang biasa terjadi. Tiap tahunnya, kata dia, pembahasan pasti deadlock. Sebab, masing-masing unsur bersikeras menentukan nilai UMP sesuai dengan kepentingannya.
"Ya buruh minta pokoknya intinya UMP Rp 3,8 juta," kata Priyono.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dalam menentukan nilai UMP. Dalam menentukan UMP, menggunakan rumus nilai KHL (kebutuhan hidup layak) tahun ini, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi. Sehingga, menurut dia, permintaan buruh tidak akan tercapai.
"Kalau dari buruh kan alasannya melakukan survei. Padahal di PP 78 kan dilakukan survei lima tahun sekali," kata Priyono.
Anggota Dewan Pengupahan dari unsur buruh mengusulkan UMP DKI 2017 naik menjadi RP 3,8 juta. Acuannya adalah survei KHL yang mereka lakukan di tujuh pasar tradisional.
Sementara itu, unsur pengusaha menginginkan agar UMP DKI 2017 sebesar RP 3,3 juta dengan mengacu pada PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.