JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur PT Wirabayu Pratama, Danu Wira, mengaku dirinya mengadu kepada Mohamad Sanusi setelah proyek pengadaan pompa yang dikerjakan perusahaannya tahun 2012 tidak dibayar oleh Dinas Tata Air Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Danu Wira mengatakan, dirinya merupakan teman Sanusi dan kebetulan Sanusi pada saat itu merupakan anggota DPRD DKI dari Partai Gerindra.
"Saya tanya ke Sanusi bagaimana prosedurnya agar dibayar. Saya kan tahunya DPRD itu wakil kita, maka saya tanya," kata Danu saat menjadi saksi kasus pencucian uang dengan terdakwa Sanusi di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Senin (31/10/2016).
Danu mengaku tidak tahu bahwa Sanusi berada di Komisi D DPRD DKI yang bermitra dengan Dinas Tata Air. Setelah bertanya seperti itu, kata Danu, Sanusi menyarankan dia untuk mengirim surat secara resmi ke DPRD DKI.
Kepala Dinas Tata Air DKI, Teguh Hendarwan, pada sidang yang sama sebelumnya mengatakan bahwa dia ditelepon oleh Sanusi untuk mempercepat proses pembayaran proyek pengadaan pompa yang dikerjakan perusahaan temannya itu.
Namun Danu membantah telah meminta Sanusi untuk menelpon Teguh. Danu mengaku hanya bertanya saja kepada Sanusi.
"Kalau Pak Sanusi berbaik hati telepon Pak Teguh, saya enggak tahu. Saya hanya tanya normatif saja," kata Danu.
PT Wirabayu Pratama merupakan perusahaan rekanan Dinas Tata Air DKI. Kepala Dinas Tata Air DKI Teguh Hendarwan mengatakan, dia memang belum membayar perusahaan Danu untuk proyek pengadaan pompa itu.
Alasanya, sebelum pembayaran dilakukan, Teguh mengecek ke lapangan untuk menyesuaikan spek pompa yang disepakati dengan yang dipasang perusahaan itu di lapangan. Setelah pemeriksaan lapangan, Teguh menyimpulkan bahwa pompa yang diadakan PT Wirabayu Pratama tidak layak sehingga pihaknya menolak membayar proyek itu.
Nama Danu Wira sudah muncul berkali-kali dalam sidang kasus Sanusi. Danu membayar sejumlah properti untuk Sanusi dalam jumlah besar.
Sanusi sendiri didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang. Dia diduga melakukan pencucian uang dengan membeli lahan, bangunan, dan kendaraan bermotor.
Salah satu sumber pendapatan terbesar Sanusi dalam kasus pencucian uang adalah dari perusahaan rekanan Dinas Tata Air Provinsi DKI Jakarta. Jumlah dana yang diduga merupakan hasil tindak pidana pencucian uang Sanusi mencapai Rp 45 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.