JAKARTA, KOMPAS.com — Polda Metro Jaya menetapkan Buni Yani, pengunggah ulang video pidato Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Kepulauan Seribu, sebagai tersangka.
Buni ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik dan penghasutan terkait SARA.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono mengatakan, dalam menangani kasus ini, penyidik sudah bekerja sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku.
"Penyidik sudah punya timeline, kapan LP masuk, kemudian kita melakukan klarifikasi, kemudian menerbitkan surat perintah penyelidikan," ujar Awi di Mapolda Metro Jaya, Kamis (24/11/2016).
Awi menceritakan, polisi menerima laporan kasus tersebut dengan nama terlapor Andi Windo pada tanggal 7 Oktober 2016 lalu. Laporan itu diterima dengan nomor LP/4873/X/2016/PMJ/Dit Reskrimsus.
Lalu, pada 12 Oktober 2016, polisi melakukan verifikasi dari saksi pelapor dalam hal ini Andi Windo. Kemudian, pada tanggal 19 Oktober 2016 polisi melakukan gelar perkara awal. (Baca: Buni Yani Jadi Tersangka karena Dianggap Menghasut)
Dari hasil gelar perkara tersebut, penyidik Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya memutuskan meningkatkan kasus tersebut ke tahap penyidikan. Pada 25 Oktober 2016, penyidik melengkapi administrasi yang dibutuhkan untuk proses penyidikan.
"Kemudian 26 Oktober melakukan pemanggilan saksi pelapor atas nama Andi Windo, sekaligus menyita BB, satu unit flashdisk dari pelapor," ucap dia.
Tak hanya memeriksa saksi pelapor, penyidik juga memeriksa tiga orang saksi lainnya dalam kasus tersebut. Namun, Awi tak merinci siapa saja saksi-saksi itu. Lalu, tanggal 7 November 2016, polisi memeriksa saksi ahli bahasa, ITE, dan sosiologi.
Akhirnya, pada tanggal 24 November 2016, polisi melakukan pemeriksaan perdana terhadap Buni Yani. Setelah diperiksa selama lebih kurang sembilan jam, polisi menetapkan Buni Yani menjadi tersangka dalam kasus tersebut.
"Jadi SOP sudah dilakukan dan tidak ada kewajiban melaporkan ke pengacara," kata Awi. (Baca: Buni Yani Tak Ditahan karena Dianggap Kooperatif)
Dalam kasus ini, Buni terancam dijerat Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) UU 11 Tahun 2008 tentang Informasi Teknologi dan Transaksi Elektronik tentang penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA. Ancaman hukumannya maksimal enam tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.